Halo Keluarga Baru, Hindari 7 Kesalahan Ini dalam Menyusun Keuangan Keluarga

Pasangan keluarga baru harus sepakat mengenai beberapa masalah keuangan. Sayangnya, ini dia 7 kesalahan dalam menyusun keuangan.

bicara keuangan dengan pasangan

Sebagai pengantin baru, tentu banyak hal yang harus disesuaikan antara suami dan istri. Salah satu hal yang harus dirembukkan bersama ketika baru menikah ialah soal keuangan. Berbeda dengan waktu lajang, ketika menikah Anda menghadapi biaya serta penghasilan baru sebagai suami dan istri. Agar piawai mengatur keuangan keluarga, hindari tujuh kesalahan berikut ini.

1. Tidak memiliki rekening bersama

Sebagai keluarga, pasangan suami dan istri sebaiknya memiliki akun bersama dengan tujuan penggunaan tertentu. Tujuan ini misalnya, untuk biaya operasional rumah tangga yang termasuk di dalamnya belanja bulanan, iuran listrik, air, keamanan, telepon, internet, kredit pemilikan rumah (KPR), kredit kendaraan bermotor (KKB), dan sebagainya. Tujuan kedua misalnya, tabungan bersama untuk pendidikan anak, dana liburan, dana perjalanan rohani, atau dana hari tua.

Namun, sebagai individu, baik suami dan istri perlu memiliki rekening masing-masing. Perencana keuangan Ruth Hayden dalam artikel di situs perencanaan keuangan Key.com menyatakan, suami dan istri tetap harus memiliki hak otonomi atas sebagian uangnya, serta belajar untuk mengelola uang bersama. Mengutip data majalah keuangan SmartMoney, artikel yang sama menunjukkan bahwa 64% pasangan memiliki rekening bersama, 14% memilih memiliki rekening masing-masing, dan 18% memiliki rekening keduanya.

2. Tidak sepakat dalam hal utang

Menyatukan keuangan pasca menikah akan membuat pendapatan kita seolah-olah “bertambah” karena penghasilan suami dan istri akan menyatu. Berkat penghasilan yang lebih besar ini, pasangan suami istri juga dimungkinkan untuk mengakses kredit yang lebih besar seperti rumah dan kendaraan.

Apapun jenis kreditnya, yang penting suami dan istri harus menyepakati kredit yang diambil. Karena, ketika sudah menikah, utang istri suatu saat bisa menjadi masalah suami dan begitu pula halnya dengan utang suami.

Data dari SmartMoney juga menyatakan bahwa pasangan acap kali tidak sepakat mengenai berapa jumlah utang yang pantas diakses dan tidak bisa melihat jenis utang yang buruk. Umumnya hal ini dikarenakan ketika menikah, salah satu satu pihak memiliki utang yang lebih besar.

Jika Anda belum menikah dan tidak ingin aset yang diperoleh sebelum menikah terkena risiko oleh utang pasangan yang membumbung, tak ada salahnya jika Anda membuat perjanjian pra-nikah atau prenuptial agreement sebagai kesepakatan pemisahan harta. Namun jika Anda sudah terlanjur menikah dan mengetahui bahwa pasangan memiliki utang yang lebih besar, maka Anda dan pasangan harus duduk bersama dan menyepakati utang apa saja yang perlu dipertahankan dan utang apa yang harus ditutup.

3. Tidak mengecek pengeluaran

Suami biasanya menyindir istri karena sering berbelanja seperti baju atau make up. Padahal walaupun suami jarang belanja, namun sekalinya berbelanja, ia bisa menghabiskan uang yang sama besarnya dengan pengeluaran istri sebulan. Apa Anda punya pengalaman serupa?

Tak usah heran. Ini dikarenakan suami dan istri pada dasarnya memiliki pengeluaran yang sama besar, tapi pada hal yang berbeda. Istri biasanya menghabiskan pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga, bayar tagihan, dan baju untuk keluarga. Sementara suami umumnya menghabiskan uang untuk hal yang lebih besar seperti TV, komputer, console game, atau telepon genggam.

Agar tidak salah persepsi dan saling menyalahkan, setiap pasangan harus berembuk membicarakan biaya bulanan dan berapa penghasilan dari masing-masing pasangan yang harus dialokasikan untuk menutup biaya bulanan tersebut.

4. Tidak bijak berinvestasi

Survei SmartMoney menunjukkan bahwa sebanyak 62% pria cenderung berani mengambil risiko dalam berinvestasi. Sebaliknya, hanya 19% dari perempuan yang berani mengambil risiko.

Mengingat uang dalam keluarga adalah uang bersama, penting bagi pasangan untuk menyusun tujuan investasi berdasarkan jangka waktu

Penulis buku “The Family CFO”, Christine Larson, dalam artikel yang sama mengatakan, pasangan dapat memilih tidak mengambil risiko untuk uang yang dibutuhkan tahun depan namun mengambil risiko yang tinggi untuk uang yang dibutuhkan dalam masa pensiun.

Kemudian, jangan lupa mengevaluasi investasi ini paling sedikit setahun sekali untuk memastikan investasi Anda seimbang antara yang berisiko tinggi dengan yang berisiko rendah. Evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui apakah portofolio investasi masih dapat memenuhi tujuan keuangan Anda dalam jangka pendek, menengah, dan panjang.

Jika pasangan Anda ngotot berinvestasi dengan risiko tinggi namun Anda tidak setuju, Anda juga bisa memisahkan investasi Anda dan pasangan. Setidaknya, pasangan Anda mengambil investasi berisiko tinggi hanya dari sebagian dana keluarga.

5. Menyimpan uang rahasia

Apakah Anda pernah kaget tak sengaja menemukan bill kartu kredit pasangan Anda untuk pembelian yang tidak Anda ketahui? Atau, tiba-tiba ada debt collector menyambangi rumah untuk meminta pasangan Anda membayar suatu tagihan yang Anda tidak tahu? Semoga hal tersebut tidak terjadi pada rumah tangga Anda, ya.

Untuk menghindarinya, Anda harus terbuka kepada pasangan untuk segala urusan duit, baik itu belanja, utang, dan pemasukan. Artikel Key.com menyebutkan, sebanyak 36% dari pria dan 40% dari perempuan yang mereka survei pernah menyembunyikan harga barang yang mereka beli dari pasangan. Padahal, dalam beberapa kasus, menyembunyikan uang atau transaksi dari pasangan bisa berisiko fatal, hingga menghancurkan perkawinan.

Menurut penulis buku “The Family CFO”, Mary Claire Allvine, jika Anda terlanjur mendapatkan “barbuk” transaksi rahasia pasangan, jangan buru-buru marah. Jika misalnya pasangan Anda menabung Rp 1 juta untuk barang seharga Rp 300.000, maka hal itu bisa “diampuni”. Namun, jika pasangan Anda kedapatan menyembunyikan uang hingga puluhan juta, nah, boleh deh Anda protes.

6. Tidak menyiapkan dana darurat

Walaupun Anda dan pasangan memiliki karier yang bagus, tidak memiliki utang dalam jumlah besar, dan sehat walafiat, bukan berarti Anda tidak memerlukan dana darurat. Ruth Hayden dalam artikel Key.com mengatakan bahwa saat ini banyak pasangan hidup di bawah tekanan yang dapat membalikkan hidup mereka secara drastis. Karenanya, ia menyarankan pasangan harus mengalokasikan tiga hingga enam kali pengeluaran bulanan untuk dana darurat.

Agar dapat dicairkan dengan cepat dan dalam waktu dekat, dana darurat ini sebaiknya ditempatkan di portofolio yang rendah risiko seperti reksadana pasar uang.

7. Tidak punya proteksi

Walaupun saat menikah Anda sehat dan mapan, bukan berarti Anda tidak memerlukan proteksi. Memiliki keluarga baru, berarti orientasi proteksi Anda juga ikut berubah dari yang tadinya memproteksi diri sendiri, menjadi memproteksi pasangan dan anak-anak. Untuk meminimalisir risiko keuangan sebagai rumah tangga baru, segeralah miliki asuransi yang dapat melindungi seluruh anggota keluarga seperti asuransi jiwa, asuransi kesehatan, dan sebagainya.

Asuransi jiwa penting untuk memastikan keluarga memperoleh penghasilan pengganti jika pencari nafkah tutup usia. Sementara asuransi kesehatan penting agar sebuah keluarga terhindar dari keterpurukan finansial ketika anggota keluarga sakit.

Bagaimana para pasangan muda, cukup mudah bukan mempersiapkan keuangan keluarga? Saatnya Jalani Mimpi dengan merencanakan keuangan keluarga dengan cermat.

Artikel Lainnya

Tentang –

Kami menghadirkan cerita dan kisah hidup yang inspiratif serta tips terbaik untuk menyadarkan kita agar terus mencintai hidup.

Terus Dapatkan Inspirasi, Subscribe Sekarang!

Tentang –

Kami menghadirkan cerita dan kisah hidup yang inspiratif serta tips terbaik untuk menyadarkan kita agar terus mencintai hidup.

Terus Dapatkan Inspirasi, Subscribe Sekarang!