Sama-Sama Bekerja, Pajak Suami Istri Sebaiknya Dibayarkan Masing-masing atau Jadi Satu, Ya?

Sudah sangat lazim kalau pasangan suami istri sama-sama bekerja. Tapi, masih banyak yang bingung soal status perpajakannya. NPWP suami istri ini mendingan dipisah atau digabung ya? Yuk, cari tahu di artikel ini!

Durasi baca: 7 menit

Sama-Sama Bekerja, Pajak Suami Istri Sebaiknya Dibayarkan Masing-masing atau Jadi Satu, Ya?

Menikah menjadi keinginan banyak orang, apalagi jika sampai menua bersama dengan orang yang dicintai. Namun, menjadi pasangan suami istri itu tak hanya membahas soal cinta melulu. Ke depan, akan ada banyak yang harus dipikirkan bersama. Salah satu di antaranya soal keuangan, termasuk soal NPWP suami istri.

Nah, terlebih lagi kalau suami istri sama-sama bekerja. Tak hanya memikirkan soal pembagian waktu antara kesibukan kantor dan bagaimana agar bisa punya quality time bareng pasangan, soal pajak penghasilannya mau dipisah atau digabung juga perlu didiskusikan.

Jadi, mana yang lebih baik ya, membayar pajak sendiri-sendiri atau jadi satu?

Beragam Aturan Perpajakan dan NPWP Suami Istri di Indonesia

Tahukah kamu kalau di Indonesia ada undang-undang yang mengatur perpajakan pasangan suami istri? 

Ya, Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) memberlakukan kewajiban yang berbeda khusus suami istri sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi. Seorang wanita yang bekerja dan sudah menikah, diperbolehkan melakukan kewajiban pajak bersama dengan suaminya.

Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008, disebutkan bahwa sistem pengenaan pajak Indonesia ini menempatkan keluarga menjadi satu kesatuan yang ekonomis. Pada UU tersebut, dalam pasal 8 disebutkan, bahwa wanita yang sudah menikah pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak maupun kerugian dari tahun sebelumnya belum dikompensasikan, maka penghasilan dan kerugian yang dialaminya dianggap sebagai penghasilan dan kerugian suaminya. Kecuali, penghasilan tersebut didapatkan dari satu pemberi kerja yang pajak penghasilannya telah terpotong berdasarkan ketentuan dalam pasal 21.

Dalam hal ini, ada empat kategori status perpajakan suami istri dalam sistem perpajakan Indonesia, yaitu:

  1. Kepala Keluarga (KK): status ini menunjukan suami dan istri menyetujui untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan bersama-sama, sehingga NPWP istri dengan suami sama dan yang berkewajiban untuk melaporkan SPT adalah suami selaku kepala keluarganya.
  2. Hidup Berpisah (HB): status ini menunjukan hak dan kewajiban perpajakan suami dan istri dipisah karena telah dinyatakan cerai berdasarkan putusan hakim, sehingga pajak yang dibayarkan dan pelaporan SPT tahunnya dilakukan terpisah.
  3. Pisah Harta (PH): status ini suami dan istri memilih untuk melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan sesuai kesepakatan, sehingga suami dan istri wajib memiliki NPWP masing-masing dan melaporkan SPT Tahunannya secara terpisah. Tapi, perhitungan PPh terutang dihitung secara proporsional berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami dan istri.
  4. Memilih Terpisah (MT): status ini menunjukkan istri memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban pajaknya secara terpisah atas dasar surat pernyataan yang berisi bahwa istri akan menjalankan kewajiban pajaknya sendiri. Tapi tetap perhitungan PPh terutangnya dihitung berdasarkan penghasilan neto suami dan istri.

Khusus untuk suami dan istri yang menghendaki secara terpisah dalam melakukan pemenuhan kewajiban pajaknya harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pribadi, bukan NPWP keluarga. Tapi tentu ada konsekuensinya, yaitu beban pajak suami dan istri yang memilih terpisah akan lebih besar daripada beban pajak suami dan istri yang menggunakan NPWP tunggal atau gabungan.

Selain itu, jika memang memutuskan NPWP tunggal atau gabungan, jika suami dan istri masih memiliki NPWP yang berbeda, maka akan dianggap terpisah. Jadi, kalau kemudian ingin digabung, maka NPWP istri harus dicabut terlebih dahulu dengan mendatangi  kantor pajak regional atau jika memungkinkan menggunakan sistem online yang tersedia. Setelah NPWP istri dicabut, maka harus hal ini harus diinformasikan ke perusahaan tempat bekerja, sekaligus mengajukan NPWP suami untuk pemotongan PPh Pasal 21.

NPWP Suami Istri Disatukan dan Dipisah: Mana yang Lebih Menguntungkan?

Agar lebih jelas seperti apa keuntungan pajak suami istri yang disatukan dan dipisah, yuk, simak contoh kasus atau skema berikut ini.

Contoh kasus:

Sepasang suami istri, keduanya sama-sama bekerja di sebuah perusahaan dan belum memiliki anak. Sang suami memiliki penghasilan neto Rp100.000.000 per tahun, dan istri Rp80.000.000 per tahun.

Maka, ada dua skenario pembayaran pajak yang bisa jadi opsi.

1. NPWP Digabung

Suami

Penghasilan neto = Rp100.000.000

PTKP (K/0) = Rp54.000.000 + Rp4.500.000 (tanggungan kawin) = Rp58.500.000

Penghasilan kena pajak = Rp100.000.000 – Rp58.500.000 = Rp41.500.000

PPh terutang dalam satu tahun = 5% x Rp41.500.000 = Rp2.075.000

Istri

Penghasilan neto = Rp80.000.000

PTKP (TK/0) = Rp 54.000.000

Penghasilan Kena Pajak = Rp26.000.000

PPh terutang dalam satu tahun = 5% x Rp26.000.000 = Rp1.300.000

Pemberi kerja masing-masing telah memotong pajak sesuai ketentuan, sehingga tidak ada kekurangan pajak dari perhitungan di atas.

2. NPWP Dipisah

Jika istri memiliki NPWP secara terpisah dari suami, maka perhitungan PPh akan digabung, sebagai berikut.

Penghasilan neto suami = Rp100.000.000

Penghasilan neto istri = Rp80.000.000

Total penghasilan neto keluarga = Rp180.000.000

PTKP (K/I/0) = Rp58.500.000 + Rp54.000.000 = Rp112.500.000

Penghasilan Kena Pajak = Rp180.000.000 – Rp112.500.000 = Rp67.500.000

PPh terutang dalam satu tahun =

  • 5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000
  • 15% x Rp17.500.000 = Rp2.625.000

Sehingga totalnya adalah Rp5.125.000

Dengan demikian, beban pajak suami adalah

= (Rp100.000.000 : Rp180.000.000) x Rp5.125.000 = Rp2.847.222

Pajak yang sudah dipotong oleh pemberi kerja atas penghasilan suami adalah Rp2.075.000. Dengan demikian, suami harus membayar kekurangan pajak sebesar Rp2.847.222 – Rp2.075.000 = Rp722.222

Sedangkan beban pajak istri adalah

= (Rp80.000.000 : Rp180.000.000) x Rp5.125.000 = Rp2.277.778

Pajak yang sudah dipotong oleh pemberi kerja atas penghasilan istri adalah Rp1.300.000. Dengan demikian, istri harus membayar kekurangan pajak sebesar Rp2.277.778 – Rp1.300.000 = Rp977.778

Nah, semoga dari perhitungan ini jadi jelas ya, akan lebih menguntungkan yang mana untuk pembayarannya dari sisi besarnya pajak yang dikenakan. Selanjutnya, kamu bisa berdiskusi dengan pasangan menurut kondisi masing-masing.

Ingin Menggabungkan NPWP Suami Istri?

Jika kemudian setelah berdiskusi dengan pasangan ternyata ada keputusan untuk menggabungkan NPWP suami istri, maka ada keuntungan lain yang diterima setelahnya. 

Penggabungan NPWP suami istri tersebut membuat suami dan istri sama dalam menerima penghasilan dari satu pemberi kerja. Karena itu, dalam praktiknya nanti, hanya perlu menggunakan NPWP suami, serta tidak ada kewajiban bayar pajak di akhir tahun. Nantinya, penghasilan istri hanya dilaporkan di lampiran SPT 1770 S saja, tanpa perlu menggabungkan penghasilan neto suaminya. 

Dengan demikian, SPT Tahunan suami menjadi nihil dan tidak perlu membayar angsuran PPh Pasal 25 tiap bulan. Sedangkan jika seorang suami dan istri dipisah NPWP, maka akan lebih besar beban pajaknya. Namun, tentu saja, semua kembali pada kondisi masing-masing. Ada juga pasangan suami istri yang memilih untuk tetap memiliki NPWP terpisah, dan pilihan ini tetaplah baik adanya. Tinggal disesuaikan saja perhitungan dan cara pembayarannya.

Jika ingin menggabungkan pajak dan NPWP, maka ada beberapa prosedur yang harus diikuti.

1. Siapkan Dokumen Penting

Siapkan syarat penutupan NPWP dengan melengkapi dokumen penting, seperti kartu NPWP yang akan dihapus, surat pernyataan yang tidak membuat perjanjian pisah harta dan penghasilan, buku nikah, KTP suami dan istri, fotokopi NPWP suami, dan juga kartu keluarga. Pastikan dokumen tersebut lengkap dan periksa kembali kelengkapannya.

2. Ajukan Permohonan Hapus NPWP secara Online

Penghapusan NPWP dapat dilakukan secara online melalui situs Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di pajak.go.id. Saat ada di beranda situs, pilihlah menu download formulir perpajakan, lalu pada kolom search, ketiklah “Penghapusan NPWP”. 

Unduh formulir yang disediakan, dan ajukan permohonannya secara online. Jangan lupa untuk menyertakan tanda tangan elektronik, setelah itu serahkan semua fotokopi dokumen melalui aplikasi e-registration ke situs ereg.pajak.go.id.

3. Kirim Berkas ke KPP Pratama

Berkas atau dokumen penting yang dikirim secara online di situs web pajak sebelumnya dikirim kembali berupa hardcopy kepada KPP Pratama NPWP yang akan dihapus.

4. Tunggu Verifikasi

Setelah dokumen penting diunggah di website dan berkas hardcopy telah dikirimkan ke KPP Pratama, maka DJP akan memeriksa atau memverifikasi permohonan penghapusan NPWP tersebut. Biasanya keputusan akan dilakukan selama enam bulan. Lama tahapan verifikasi ini karena KPP mempertimbangkan beberapa hal, ditambah harus melewati beberapa proses hukum dan administrasi, di antaranya:

  1. Pembetulan, Pasal 16 UU KUP
  2. Gugatan, Pasal 23 UU KUP
  3. Keberatan, Pasal 25 UU KUP
  4. Banding, Pasal 27 UU KUP
  5. Pengurangan sanksi administrasi
  6. Pembatalan surat ketetapan pajak
  7. Pembatalan Surat Tagihan Pajak, pasal 26 UU KUP
  8. Peninjauan kembali, pasal 40 UU Pengadilan Pajak
  9. Verifikasi status seluruh NPWP cabang wajib pajak saat penghapusan NPWP dilakukan oleh pusat.

5. Terbitnya Keputusan Penghapusan NPWP

Setelah proses verifikasi selesai, maka akan ada hasil final berupa penghapusan NPWP. Bagi istri yang tidak memiliki utang pajak, biasanya akan lebih cepat dan berjalan lancar prosesnya. Tapi jika ada utang pajak, maka penghapusan akan dilakukan setelah utang pajak dilunasi.

Lalu, bagaimanakah cara lapor pajak gabungan suami dan istri?

Jika kamu sudah memutuskan untuk menggabungkan NPWP, maka selanjutnya pajak penghasilan istri akan ikut dalam NPWP suami. Jika kamu menggunakan e-filing, maka akan ada petunjuk cara pengisian SPT Tahunannya.

Data penghasilan istri dilaporkan dalam lampiran khusus yang mencantumkan bahwa penghasilan sudah dipotong oleh pemberi kerja dan bersifat final, jadi tidak perlu lagi digabungkan dengan penghasilan suami.

Nantinya bukti potong yang telah diberikan perusahaan ke istri tetap dipegang dan diserahkan pada suami. Bagian harta dan utang akan dihitung gabungan suami dan istri, seperti kendaraan, rumah, sampai barang mewah beserta cicilannya. Semua ini dimasukkan dalam SPT dan bisa digabungkan menjadi satu.

Pada dasarnya semua kembali pada kesepakatan, baik dipisah atau disatukan sama-sama akan baik adanya, tergantung kebutuhan dan kondisi masing-masing. 

Namun yang pasti, untuk mengelola risiko penghasilan keluarga ini, setiap keluarga harus memiliki asuransi jiwa untuk meminimalisir hal yang tidak diinginkan di masa depan, meskipun suami dan istri sama-sama bekerja.

AVA iFamily Protection siap menjaga keluarga kamu dengan memberikan manfaat pengembalian premi 100%*. Asuransi AVA iFamily Protection ini mencakup manfaat jika meninggal dunia akibat kecelakaan atau penyakit, penggantian biaya rawat jalan darurat, santunan rawat inap, hingga santunan rawat inap ICU. Ada diskon keluarga dan pembayaran premi yang dapat dilakukan secara bulanan, kuartal, semester, hingga tahunan.

Apabila kamu tertarik untuk mencari informasi lebih lengkap terkait Astra Life AVA iFamily Protection dan produk asuransi dari Astra Life lainnya, maka kamu dapat langsung mengunjungi laman astralife.co.id.

Jangan lupa mantengin akun Instagram @astralifeid untuk update soal kesehatan dan dunia keuangan.

Urusan Sehat, No Worries. #iGotYourBack

Artikel Lainnya

Tentang –

Kami menghadirkan cerita dan kisah hidup yang inspiratif serta tips terbaik untuk menyadarkan kita agar terus mencintai hidup.

Terus Dapatkan Inspirasi, Subscribe Sekarang!

Tentang –

Kami menghadirkan cerita dan kisah hidup yang inspiratif serta tips terbaik untuk menyadarkan kita agar terus mencintai hidup.

Terus Dapatkan Inspirasi, Subscribe Sekarang!