Menurut Wikipedia, gerakan hidup yang lebih lambat atau slow movement mulai dikenal pada tahun 1986 di Roma, Italia. Dimulai dari Carlo Petrini yang memprotes pembukaan gerai makanan sajian instan di ibukota Italia tersebut. Seiring waktu gerakan ini berkembang menjadi subkultur di berbagai area hidup, dari gerakan slow food, slow parenting, hingga slow career. Bisa dibilang, gerakan untuk tingkatkan produktivitas kerja ini merupakan antitises dari gaya hidup serbacepat yang mulai dirasakan setelah revolusi industri.
Hal ini merupakan revolusi budaya yang melawan anggapan bahwa lebih cepat selalu lebih baik. Filosofi slow living bukan berarti melakukan segala sesuatu dengan kecepatan seekor siput. Melainkan melakukan sesuatu dengan kecepatan yang benar. Menikmati setiap jam dan menit daripada hanya menghitungnya. Melakukan segala hal sebaik mungkin untuk tingkatkan produktivitas kerja, bukan secepat mungkin. Kualitas di atas kuantitas, baik dari segi pekerjaan, makanan, sampai pengasuhan.
Sebut saja sejumlah perusahaan di Swedia yang dalam beberapa tahun terakhir menerapkan konsep slow living dan meminta para pekerjanya untuk fokus ke pekerjaan hanya selama 6 jam per hari. Seperti yang dilakukan perusahaan Toyota, yang berpusat di Gothenburg, Swedia, sejak 14 tahun lalu.