Ibu Mulai Merasa Stres? Kenali Pemicu hingga Cara Mengatasinya, Yuk!

Stres yang dialami oleh seorang ibu tak bisa dianggap remeh. Jika dibiarkan, akibatnya bisa fatal. Saat stress sudah menjadi depresi berat maka dia bisa melukai dirinya sendiri ataupun orang lain. Sebelum terlambat, yuk kita kenali gejala stres, pemicunya, hingga cara mengatasinya.

Durasi baca: 5 menit

Ibu Mulai Merasa Stres? Kenali Pemicu Hingga Cara Mengatasinya, Yuk!

Belum lama ini, berita pilu kembali mencuat tentang seorang ibu yang melakukan kekerasan terhadap anaknya. Diduga ibu tersebut mengalami stres atau depresi berat hingga tega melukai anaknya sendiri. Kasus seperti ini tentu bukan hal yang baru. Namun sangat disayangkan karena hal tersebut ternyata masih terus terjadi. Padahal, menjaga mental ibu itu sangat penting karena bisa berdampak kepada banyak hal.

Kasus Kekerasan Anak oleh Ibu

Data survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 2020, menunjukkan bahwa kekerasan yang terjadi pada anak, baik secara verbal maupun psikis, lebih dominan dilakukan oleh seorang ibu.

Berdasarkan survei yang dilakukan kepada 25.164 responden anak dan 14.169 orangtua di 34 provinsi tersebut diketahui bahwa sekitar 63% kekerasan fisik dilakukan oleh ibu mulai dari mencubit, memukul, dan menjewer telinga. Sementara itu, kekerasan secara psikologis yang dilakukan oleh seorang ibu bisa mencapai 79% mulai dari memarahi hingga membentak anak.

Mengenal Stres pada Ibu

Menjadi ibu bisa jadi hal yang paling membahagiakan dalam hidup seorang wanita, tetapi sekaligus melelahkan. Rasa lelah yang dibiarkan berlarut bisa berubah menjadi tumpukan emosi yang akhirnya bisa memicu stres.

Pernah dengar baby blues? Gejolak emosi yang dialami ibu setelah melahirkan. Membuat ibu lebih sensitif, cepat tersinggung, mudah sedih, menangis, murung, atau marah-marah. Baby blues biasanya terjadi paling lama 2 minggu setelah melahirkan. Lebih dari itu, bisa jadi ibu mengalami postpartum depression. Depresi pascamelahirkan atau PPD ini bisa dialami hingga 1 tahun setelah melahirkan.

Sementara itu, jika stres sudah terjadi secara konsisten lebih dari 1 tahun dan penyebabnya sudah bermacam-macam dari mulai ekonomi hingga trauma masa lalu, maka ibu perlu waspada mengalami depresi ringan hingga berat. Namun, kondisi depresi ini hanya bisa didiagnosa oleh tenaga profesional baik psikolog atau psikiater. Jangan pernah melakukan diagnosa sendiri.

Pemicu Stress pada Ibu

Apa saja yang bisa menjadi pemicu stres pada ibu? Berikut diantaranya:

1. Kelelahan

Ibu seringkali merasa dituntut untuk bisa memiliki peran ganda. Menjadi mitra bagi suami dalam membina rumah tangga, ikut menyediakan dan memenuhi kebutuhan rumah tangga, sekaligus mengasuh dan mendidik anak-anak. Hal ini bisa membuat ibu merasa mudah lelah. Saat ibu memiliki banyak hal yang harus dikerjakan dalam satu waktu dan tak ada yang bisa membantunya, rasa lelah yang dirasakan pun bisa memunculkan tekanan pada ibu. Jika rasa lelah dan tekanan ini dipendam dan dibiarkan berlarut, bisa-bisa ibu seperti sedang menumpuk emosi yang bisa meledak saat sudah penuh.

2. Merasa tidak dihargai

Stress pada ibu juga bisa dipicu oleh perasaan tidak dihargai, terutama oleh pasangan dan keluarga dekat. Saat ibu sudah berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan sesuatu bagi keluarganya tetapi tidak ada apresiasi, dan malah dikritik atau dipandang sebelah mata, hal itu bisa memperburuk emosi yang dirasakan seorang ibu.

3. Adanya masalah dalam rumah tangga

Adanya masalah rumah tangga yang berulang dan tak kunjung selesai juga bisa menambah beban pikiran bagi ibu dan akhirnya mudah memicu stres. Masalah rumah tangga tentu sangat beragam, salah satunya masalah finansial.

4. Lingkungan tidak mendukung

Faktor lingkungan juga sangat berpengaruh kepada kesehatan mental ibu. Saat ibu berada di lingkungan yang tidak mendukung, apalagi dari pasangan, orang tua, atau mertua maka ibu bisa merasa selalu sendiri.

5. Kebiasaan membanding-bandingkan

Tak jarang kita mendengar ibu yang secara disadari atau tidak membandingkan tumbuh kembang anaknya dengan anak orang lain hingga akhirnya ikut membandingkan diri dengan orang lain. Apalagi di era sosial media yang sangat berkembang pesat. Jika pencapaian orang lain terasa lebih hebat, maka ibu bisa dengan mudah merasa minder. Merasa diri selalu kurang bisa ikut menekan mental seorang ibu. Padahal setiap orang memiliki waktunya sendiri-sendiri.

Gejala Stress pada Ibu

Seringkali seseorang tidak sadar atau bahkan sengaja tidak mengakui bahwa dirinya memang sedang stres. Berikut beberapa gejala stres yang biasa ditemui:

  1. Sulit berkonsentrasi;
  2. Tidak bisa menikmati hal-hal yang dulunya disukai;
  3. Selalu merasa disalahkan atau bersalah;
  4. Emosi yang fluktuatif atau cepat berubah;
  5. Dilanda kesedihan secara terus-menerus;
  6. Jadi tidak nafsu makan atau malah memiliki nafsu makan berlebih;
  7. Senang mengurung diri tanpa melakukan aktivitas apapun;
  8. Merasa mudah lelah hingga tak ada energi melakukan apapun;
  9. Merasa putus asa.

Tips Mengatasi Stress bagi Ibu

Jika kamu sudah mulai merasakan tanda-tanda mengalami stres, kamu bisa coba lakukan langkah berikut:

1. Beri jeda sesaat

Saat ibu sedang mengerjakan suatu pekerjaan tetapi ada pemicu stres termasuk relasi dengan anak atau pasangan, maka segera beri jeda sesaat dengan pergi menjauh dari pemicu stres tersebut. Misalnya saja ibu sedang mengejar deadline pekerjaan tetapi anak-anak rewel. Untuk menghindari marah-marah terhadap anak yang akhirnya menimbulkan rasa bersalah setelahnya, segeralah menjauh sejenak dari kerewelan anak-anak. Tarik dan buang napas dalam 5-10 hitungan, atau sekedar melihat pemandangan yang menyegarkan mata beberapa menit. Bisa juga membuat minuman atau mengambil makanan kesukaan. Saat mood sudah kembali membaik, barulah lanjutkan interaksi dengan anak-anak atau pasangan.

2. Luangkan waktu untuk “Me Time

Melepaskan diri sejenak dari segala rutinitas sangat dianjurkan, terutama saat kamu sudah mulai merasa stres. Tak perlu pergi jauh dan berhari-hari. Sekadar duduk bersantai atau leyeh-leyeh di tempat tidur. Minum atau makan makanan favorit, membaca novel, nonton film, mendengarkan lagu kesukaan, hingga mandi dengan tenang tanpa terburu-buru. Kamu bisa melakukan me time sekitar satu sampai dua jam yang penting berkualitas. Jika kamu melakukannya konsisten dan rutin maka hal itu bisa mengubah perasaan dan pikiranmu saat kembali kepada rutinitas. 

3. Berolahraga

Meluangkan waktu untuk berolahraga bisa berdampak baik pada kesehatan mentalmu. Menurut sejumlah penelitian, olahraga yang teratur bisa menurunkan hormon stres seperti kortisol dan epinefrin. Di sisi lain, olahraga bisa meningkatkan hormon bahagia seperti serotonin dan endorfin yang bisa membuatmu lebih rileks. Dan perlu diingat bahwa mengerjakan pekerjaan rumah itu tidak sama dengan olahraga, apalagi mengerjakan pekerjaan rumah dengan terpaksa karena kewajiban. Maka hormon rileks tidak akan keluar tetapi malah meningkatkan hormon stres. Coba luangkan waktu minimal 30 menit setiap hari untuk berolahraga dan rasakan perbedaannya dalam 8 minggu berturut-turut.

4. Membuat jadwal harian

Rutinitas yang beragam dan padat bisa membuat kita mudah terpancing emosi. Oleh karena itu, untuk membantu mengurai kegiatan apa saja yang harus dilakukan setiap hari, kamu bisa menyusun jadwal harian. Hal ini bisa membantu pikiranmu untuk tidak bercabang tetapi fokus menyelesaikan pekerjaan satu per satu.

5. Bercerita kepada pasangan, teman, kerabat

Banyak ibu yang merasa stres hingga depresi karena merasa tidak ada teman berbagi. Merasa tak ada yang bisa mengerti posisinya. Kamu bisa mulai mencoba terbuka dengan orang lain mulai dari pasangan hingga teman atau kerabat yang kamu percaya. Dengan bercerita, setidaknya kamu bisa berbagi penat yang ada di dalam diri.

6. Tidur Cukup

Salah satu pemicu stres bagi ibu adalah kurangnya waktu tidur. Aturlah waktu tidur hingga memenuhi 6-8 jam sehari. Saat waktu tidur cukup dan berkualitas, maka kamu sedang memberi kesempatan otak untuk beristirahat dengan baik. Makanya, banyak orang yang akan merasa segar jika tidur cukup dan berkualitas.

7. Self-Healing

Stress bisa juga dipicu oleh pengalaman-pengalaman tidak menyenangkan masa lalu hingga luka batin saat anak-anak. Untuk itu, tak ada salahnya untuk melakukan self-healing. Namun perlu diingat bahwa self-healing bukanlah jalan-jalan atau bersenang-senang seperti yang saat ini banyak diasosiasikan. Self-healing adalah sebuah proses penyembuhan luka batin atau mental yang dilakukan secara mandiri. Tujuannya untuk memahami dan mendengarkan kebutuhan diri, merasakan dan mengakui emosi-emosi yang muncul, serta menerima ketidaksempurnaan yang terjadi dalam hidup kita. Caranya bisa bermacam-macam seperti latihan mengolah napas, meditasi, mindfulness, atau journaling dengan menuliskan catatan harian soal apa saja yang kita rasakan. 

Untuk melakukannya sebaiknya kamu memiliki seorang yang memandu terlebih dahulu, karena jika salah bisa-bisa malah menimbulkan masalah baru. Dan perlu diingat bahwa self-healing merupakan sebuah proses seumur hidup dan hasilnya tak bisa dirasakan secara instan. Tetapi ketika kamu sudah bisa melakukannya, maka menjalani kehidupan akan lebih terasa ringan.

8. Konsultasi ke Profesional

Jika kamu sudah melakukan hal-hal tersebut di atas tetapi merasa tak ada perubahan atau bahkan makin parah, segeralah berkonsultasi dengan tenaga profesional, seperti psikolog dan psikiater. Tak perlu malu karena sekarang memeriksakan diri ke psikolog dan psikiater bukan lagi hal yang tabu. Justru kamu memeriksakan diri agar stres yang kamu rasakan tak sampai melukai diri dan orang lain.

Hal yang Dapat Dilakukan Pendamping

Lalu, apa yang bisa kita lakukan jika melihat dan menyadari bahwa ada anggota keluarga atau teman kita yang sedang mengalami stres? Cobalah lakukan hal berikut, terutama suami sebagai pendampingnya:

1. Temani

Jika pasangan kamu atau keluarga atau teman ada yang menunjukkan gejala stres, maka segeralah untuk menemaninya. Jangan ditinggalkan. Ciptakan rasa bahwa mereka aman dekat dengan kita. Bebaskan dia untuk bercerita dan cobalah untuk mendengarkan dengan seksama. Dengan kita menemani, maka dia tidak akan merasa sendiri. Dukungan seperti ini berdampak lebih besar apalagi jika dilakukan oleh suami.

2. Coba tawarkan bantuan

Jika dia tidak bercerita maka jangan kita mengajukan banyak pertanyaan. Namun saat dia sudah bercerita maka kita bisa menawarkan diri untuk membantu. Apa yang bisa kita bantu agar dia bisa menghadapi situasi-situasi sulitnya. Jika kamu seorang suami, kamu bisa memulainya dengan menawarkan bantuan untuk berbagi beban pekerjaan rumah bersama atau berbagi waktu dalam menjaga anak-anak.

3. Jangan menghakimi

Jangan pernah menghakimi seseorang karena kita tidak pernah tahu apa yang benar-benar mereka rasakan. Cobalah untuk tidak langsung mengkritik jika dia melakukan hal yang berbeda denganmu. Kritikan dan komentar justru bisa memperparah tingkat stres seorang ibu.

4. Berikan apresiasi

Cobalah untuk mengapresiasi sekecil apapun usaha yang ibu lakukan. Apresiasi ini penting agar ibu merasa dirinya berguna dan berharga. Bisa sesederhana dengan mengucapkan terimakasih secara tulus atas apa yang dia lakukan hingga memberi hadiah kesukaannya.

Kesehatan mental seorang ibu penting untuk dijaga karena saat stres melanda dampaknya bisa kepada suami, anak-anak, hingga pekerjaan lainnya. Selain itu, kesehatan mental juga erat kaitannya dengan kesehatan fisik. Tentu kamu sudah sering dengar kan bahwa stres bisa memicu banyak penyakit berat seperti stroke, jantung, darah tinggi, hingga diabetes.

Saat kita mulai merasa banyak tekanan yang datang, cobalah diurai satu per satu dan cari cara mengendalikannya sesuai kebutuhanmu. Jangan sungkan juga untuk meminta bantuan orang lain. Hal-hal tersebut dilakukan untuk melindungi diri dan keluarga dari risiko-risiko berat lainnya.

Untuk meminimalisir stres, kamu juga bisa menambah perlindungan ekstra untuk diri dan keluarga seperti dengan memiliki produk asuransi. Astra Life memiliki sejumlah produk asuransi yang bisa kamu pertimbangkan untuk menambah ketenangan dalam hidupmu:

Pertama, Flexi Health. Asuransi kesehatan ini memberikan santunan rawat inap hingga Rp1 juta per hari. Asuransi ini cocok untuk melengkapi asuransi kesehatan dari kantor atau BPJS Kesehatan agar finansialmu tidak terganggu akibat biaya tak terduga selama menjalani perawatan di rumah sakit.

Kedua, Flexi Critical Illness. Produk asuransi ini bisa memberikanmu perlindungan dari penyakit kritis seperti stroke, jantung, kanker, dan kanker tahap awal tanpa perlu melakukan cek medis. Asuransi penyakit kritis ini juga dirancang sesuai kebutuhanmu dan bisa kamu #Atur Sendiri. Nilai perlindungan yang diberikan bisa hingga Rp2 miliar.

Untuk kamu yang ingin mengetahui lebih lengkap terkait Flexi Health atau Flexi Critical Illness, kamu bisa langsung kunjungi ilovelife.co.id. Follow juga Instagram @astralifeid untuk mendapatkan tips-tips bermanfaat lainnya. Urusan Sehat, Jadi Tenang. #iGotYourBack.

Artikel Lainnya

Tentang –

Kami menghadirkan cerita dan kisah hidup yang inspiratif serta tips terbaik untuk menyadarkan kita agar terus mencintai hidup.

Terus Dapatkan Inspirasi, Subscribe Sekarang!

Tentang –

Kami menghadirkan cerita dan kisah hidup yang inspiratif serta tips terbaik untuk menyadarkan kita agar terus mencintai hidup.

Terus Dapatkan Inspirasi, Subscribe Sekarang!