Mengenal PTSD, Gejala dan Penyebab Gangguan Stres Pasca-trauma

Post-traumatic stress disorder atau gangguan stres pasca-trauma (PTSD) artinya adalah masalah kesehatan mental yang mungkin dirasakan seseorang setelah mengalami peristiwa traumatis. Seperti apa penyebab dan gejalanya?

Mengenal PTSD, Gejala dan Penyebab Gangguan Stres Pasca-trauma

Post-traumatic stress disorder atau gangguan stres pasca-trauma (PTSD) artinya adalah masalah kesehatan mental yang mungkin dirasakan seseorang setelah mengalami peristiwa traumatis. Kondisi ini pertama kali dikenali pada veteran perang pada Perang Dunia I. Saat itu, PSTD memiliki nama yang berbeda, yaitu ‘shell shock’ atau ‘kejutan peluru’.

Akan tetapi, ketika memasuki Perang Dunia II, kondisi ini sudah tidak lagi hanya dialami oleh para tentara saja. Semua orang dapat terdiagnosis masalah kesehatan mental ini. Melansir U.S. Department of Veteran Affairs, sekitar enam dari setiap 100 orang (atau 6% dari populasi Amerika Serikat) akan mengalami PTSD di beberapa titik dalam hidup mereka.

Banyak orang yang mengalami gangguan stres pasca-trauma akan sembuh dan tidak lagi memenuhi kriteria diagnosis setelah menjalani pengobatan. Pada 2020 lalu, sekitar 13 juta orang Amerika menderita PTSD. Perempuan lebih rentan mengalami PTSD, karena sebagian peristiwa traumatis seperti kekerasan seksual mungkin lebih banyak dialami perempuan.

Di Indonesia sendiri, angka penderita PTSD belum diketahui. Namun, melansir Alomedika, penelitian yang dilakukan pada 859 anak-anak dan orang dewasa korban bencana alam di Jawa Barat dan Sumatera Barat menunjukkan adanya prevalensi PTSD sebesar 19,9%.

Melansir Mind, ketika seseorang mengalami sesuatu yang dianggap traumatis, wajar jika orang tersebut akan merasakan gejala seperti mati rasa atau kesulitan untuk tidur. Hal ini terkadang digambarkan sebagai ‘reaksi stres akut’. Banyak orang yang mengalaminya hanya beberapa minggu, tetapi ada pula yang lebih dari sebulan, tergantung dari tingkat keparahannya.

Melansir CNN, kasus PTSD yang sempat ramai dibicarakan terjadi di Indonesia yaitu kasus yang dialami oleh korban pelecehan seksual di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Korban diduga mengalami perundungan secara fisik, verbal, dan seksual sehingga membuatnya trauma dan menderita gangguan stres pasca-trauma. Lantas, seperti apa gejala gangguan stres pasca-trauma yang dirasakan oleh penderitanya?

Gejala Gangguan Stres Pasca-trauma

Gejala PTSD umumnya paling sering dimulai tiga bulan setelah seseorang mengalami kejadian traumatis. Dalam beberapa kasus, gejala bahkan baru bisa dirasakan setelah bertahun-tahun kemudian. Tingkat keparahan dan durasi gangguan kesehatan ini juga dapat bervariasi.

Beberapa orang mungkin akan pulih dalam enam bulan, sementara yang lain dapat pulih lebih lama. Gejala gangguan stres pasca-trauma dapat dikelompokkan menjadi empat kategori utama, yaitu:

Reliving: Seseorang yang mengalami PTSD cenderung akan mengulang dan menghidupkan kembali kenangan traumatis yang mereka rasakan di dalam pikirannya. Ini mungkin dirasakan sebagai seperti kilas balik, halusinasi, dan mimpi buruk. Tak hanya itu, gejala ini dapat membuat mereka sangat tertekan terutama ketika ada hal-hal yang menjadi trigger trauma tersebut.

Avoiding: Ketika memasuki kategori ini, orang dengan PTSD akan merasa lebih nyaman untuk menghindari orang, tempat, pikiran, atau situasi yang mungkin mengingatkan dengan traumanya. Namun, hal ini dapat menyebabkan mereka merasa terasingkan dari keluarga dan teman, serta hilangnya minat pada aktivitas sosial yang sebelumnya dinikmati olehnya.

Increased arousal: Ini termasuk gejala yang cukup ekstrim dengan emosi berlebihan, misalnya kesulitan tidur di malam hari, jadi lebih mudah marah, sering meluapkan emosi, sulit berkonsentrasi, dan menjadi gelisah. Selain gejala emosional, orang dengan gangguan stres pasca-trauma dalam kategori ini mungkin menderita gejala fisik, seperti peningkatan tekanan darah dan detak jantung, napas yang terengah-engah, penegangan otot, mual, hingga diare.

Negative cognitions and mood: Gejala PTSD ini merujuk pada pikiran dan perasaan yang terkait dengan kesalahan, keterasingan, dan ingatan akan peristiwa traumatis yang dirasakan.

Untuk meringankan gejala yang dialami dan sebagai cara mengatasi post traumatic stress disorder, kamu perlu memeriksakan kondisi ini ke dokter. Pasalnya, dokter dapat memberikan tindakan profesional lanjutan untuk membantu mengatasi kondisi ini. Dengan begitu, masalah kesehatan mental tak akan memicu masalah kesehatan lainnya dan kamu dapat hidup dengan lebih tenang, aman, dan nyaman.

Dengan konsultasi ke dokter, kamu bisa memiliki rasa aman dan tenang terkait kondisi kesehatan kamu juga. Pasalnya, tak ada yang tahu kapan penyakit bisa menyerang, maka itu penting untuk kita mengetahui kondisi kesehatan diri sendiri dan keluarga agar hidup lebih aman, nyaman, dan bahagia.

Tak hanya kondisi kesehatan, menjaga kondisi finansial dengan memberikan proteksi dini berupa asuransi jiwa juga penting untuk mempersiapkan diri ketika ada anggota keluarga yang sakit atau meninggal. Pasalnya, jika ada hal tak diinginkan terjadi terhadap kamu atau kepala keluarga, anggota keluarga lain masih dapat melanjutkan hidupnya. Karena, asuransi merupakan bentuk cinta nyata untuk diri sendiri dan keluarga – Insurance is Love.

Produk asuransi jiwa dari Astra Life, yaitu Flexi Life bisa jadi pilihan kamu dan keluarga. Flexi Life memiliki memiliki keunggulan di mana kamu bisa menentukan perlindungan jiwa hingga Rp5 miliar tanpa medical check-up. Kamu tidak perlu repot untuk mendaftar ulang karena asuransi ini auto renew atau selalu diperpanjang secara otomatis setiap tahun.

Selain itu, kamu bebas mengubah besarnya Uang Pertanggungan, Masa Pertanggungan, Frekuensi Pembayaran Premi, dan mengajukan perubahan lain sesuai kebutuhan seiring dengan perubahan tahapan kehidupanmu secara online hanya dengan mengunjungi ilovelife.co.id, lho! Klaim asuransi lebih mudah dan praktis karena bisa dilakukan 100% secara online.

Penyebab PTSD

Penyebab PTSD dapat terjadi akibat situasi traumatis yang terjadi dapat bervariasi dari orang ke orang. Melansir Mind, beberapa peristiwa berbahaya atau mengancam jiwa yang dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan stres pasca-trauma, misalnya:

– Terlibat dalam kecelakaan.

– Menjadi korban pelecehan atau kekerasan seksual.

– Menjadi korban perundungan yang berkaitan dengan identitas (baik secara ekonomi, sosial, keluarga).

– Mengalami situasi mencekam yang mengancam jiwa, seperti diculik atau berada dalam situasi perang.

– Menyaksikan orang lain terluka atau menyaksikan kejadian pembunuhan.

– Selamat dari bencana alam, seperti banjir, gempa bumi, atau bahkan pandemi.

– Kehilangan seseorang yang dekat dengan kamu.

– Didiagnosis dengan kondisi yang mengancam jiwa (seperti menderita penyakit kronis).

Beberapa faktor bahkan dapat membuat seseorang lebih rentan menderita PTSD. Tak hanya itu, faktor tersebut mungkin membuat kondisi ini lebih parah. Beberapa di antaranya, seperti:

– Mengalami trauma secara berulang.

– Terluka secara fisik atau merasakan sakit yang tak tertahankan.

– Memiliki sedikit atau menjalani kondisi ini tanpa dukungan dari teman, keluarga, dan bantuan profesional.

– Sedang dalam kondisi stres yang berlebihan.

– Memiliki gangguan kesehatan mental anxiety atau depresi.

– Jika kamu mengalami trauma pada usia dini atau telah mengalami trauma jangka panjang dan berulang, kamu mungkin akan diberi diagnosis PTSD kompleks.

Artikel Lainnya

Tentang –

Kami menghadirkan cerita dan kisah hidup yang inspiratif serta tips terbaik untuk menyadarkan kita agar terus mencintai hidup.

Terus Dapatkan Inspirasi, Subscribe Sekarang!

Tentang –

Kami menghadirkan cerita dan kisah hidup yang inspiratif serta tips terbaik untuk menyadarkan kita agar terus mencintai hidup.

Terus Dapatkan Inspirasi, Subscribe Sekarang!