Retail Therapy, Baik Buat Mental atau Bahaya untuk Finansial?

Retail therapy dianggap baik untuk menjaga kesehatan mental, tapi jika berlebihan akan mempengaruhi kondisi finansial mu. Berikut 5 tips mengatasinya!

Retail-Therapy-Baik-Buat-Mental-atau-Bahaya-untuk-Finansial-4

Pernah gak kamu ngalamin moment saat keuangan lagi bokek, tapi malah banyak mau dan impulsif check out aneka barang random di TikTok Shop lalu tiba-tiba perasaanmu membaik saat muncul notifikasi “barang sedang dikirim”?

Seorang penyanyi dan pembawa acara talk show, Tammy Faye bahkan pernah bilang,”shopping is cheaper than a psychiatrist.” Ternyata, rasa senang yang kamu rasain setelah check out tadi bukan muncul tanpa alasan, lho. Belanja menjadi pilihan bagi beberapa orang sebagai upaya untuk memperbaiki kesehatan mental. Inilah yang kemudian disebut dengan retail therapy.

Apa itu Retail Therapy?

Retail therapy adalah praktik membeli barang yang tidak diperlukan sebagai cara untuk meredakan stres atau emosi negatif, seperti kesedihan atau kecemasan. Menurut Journal of Consumer Psychology, retail therapy dapat memperbaiki mood karena adanya perilaku belanja yang memberikan pengalaman positif serta merangsang hormon dopamin dalam otak. Namun, retail therapy berbeda dengan self reward. Perbedaan paling mendasar antara keduanya adalah retail therapy didorong oleh emosi negatif dan dilakukan sebagai cara untuk menahan emosi tersebut.

Melansir sebuah penelitian yang diterbitkan di Journal of Psychology and Marketing, Amerika Serikat, rupanya orang yang belanja saat dalam keadaan mood sedang buruk biasanya membeli lebih banyak. Terdapat 62% pembeli yang belanja banyak barang untuk menghibur diri, sedangkan 28% belanja untuk merayakan sesuatu.

Terlebih dengan adanya kemajuan teknologi saat ini yang memungkinkan untuk belanja online lewat smartphone, membuat kegiatan belanja semakin mudah  dilakukan.

Namun, apakah retail therapy efektif untuk meredakan stres? Atau jangan-jangan malah menimbulkan masalah baru khususnya pada kondisi keuangan? Hingga amit-amit berujung cekcok dengan pasangan.

Seperti yang terjadi pada seorang pria asal Sichuan, Cina yang nekat mencoba bunuh diri lantaran stres setelah mengetahui tagihan kartu kreditnya mencapai 300 ribu yuan atau setara Rp602,5 juta. Melansir CNN Indonesia, belakangan diketahui tagihan tersebut merupakan hasil dari sang istri yang kalap belanja online pada momen Harbolnas (Hari Belanja Online Nasional).

Oleh karena itu, untuk mencegah hal itu terjadi, ini 5 tips untuk menghindari dampak retail therapy yang dapat merugikan kesehatan finansialmu!

1. Be Mindful

Langkah pertama, sadari bahwa kondisi mental kamu sedang gak baik. Coba untuk gak belanja dalam kondisi tersebut. Sebaiknya buat daftar belanja yang jelas dan hanya membeli barang yang benar-benar dibutuhkan. Tiffany Aliche, dalam sebuah dokumenter berjudul Get Smart With Money, menyatakan kalau ada 4 prioritas pengeluaran secara berurutan.

2. Konsultasi ke Psikolog

Kalo langkah pertama gagal, di mana retail therapy cenderung mengarah kepada kecanduan, maka kamu butuh bantuan profesional. Berkonsultasilah dengan psikolog, sebab, hal ini bisa menjadi tanda dari gangguan mental. Tindakan ini juga membantu kamu mengenali penyebab emosi negatif, sehingga kamu bisa mencari cara buat mengurangi atau menghindarkan diri dari situasi  yang membuat kamu cenderung belanja berlebihan. Psikolog atau psikiater biasanya dapat dijumpai di rumah sakit atau puskesmas, sehingga biaya perawatannya masih bisa ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

3. Evalulasi Kondisi Keuangan

Coba cek kembali daftar pengeluaran kamu bulan lalu dan lihat berapa banyak pengeluaran untuk belanja offline maupun lewat TikTok Shop atau e-commerce lainnya. Jika kamu merasa telah menghabiskan terlalu banyak uang buat belanja, maka saatnya untuk membuat rencana pengeluaran bulanan. Kamu bisa mencatat dan membagi budget ke dalam pos-pos pengeluaran untuk lebih memudahkan dalam melakukan kontrol terhadap pengeluaran.

4. Mencari Hobi Baru

Melakukan kegiatan alternatif juga dapat mengalihkan kebiasaan belanja kamu yang mulai berlebihan serta dapat meredakan emosi negatif. Kamu bisa melakukan kegiatan-kegiatan positif seperti menulis jurnal, bermain musik, merajut, dan berkebun. Dalam penelitian Gardening Promotes Neuroendocrine and Affective Restoration From Stress oleh Van Den Berg, Agnes E, ternyata berkebun efektif menurunkan kadar hormon kortisol atau hormon stres. Kamu juga bisa melakukan olahraga yang kamu suka. Olahraga secara teratur juga dapat menurunkan hormon kortisol dan epinefrin serta dapat meningkatkan hormon norepinefrin sebagai antidepresan.

5. Cari Motivasi Menabung

Pasang target tabungan yang realistis dan sesuai dengan kebutuhanmu di masa depan, seperti mempersiapkan biaya pendidikan anak, pelunasan cicilan rumah, naik haji dan rencana pensiun. Untuk mewujudkannya, penting untuk memiliki asuransi jiwa  untuk melindungimu dan keluarga dari risiko tak terduga. Astra Life menawarkan produk asuransi jiwa tradisional dengan premi terjangkau, yakni Flexi Life.  Kamu dapat menentukan perlindungan jiwa hingga Rp5 miliar tanpa medical check-up serta dapat dibeli online dengan mengunjungi ilovelife.co.id.

Itulah 5 tips untuk menghindari dampak retail therapy yang berujung dengan kecanduan belanja. Meskipun dapat menimbulkan emosi positif namun sifatnya sementara. Jangan sampai hal ini justru mempengaruhi kondisi finansialmu atau bahkan berdampak negatif terhadap orang di sekitarmu.

Artikel Lainnya

Tentang –

Kami menghadirkan cerita dan kisah hidup yang inspiratif serta tips terbaik untuk menyadarkan kita agar terus mencintai hidup.

Terus Dapatkan Inspirasi, Subscribe Sekarang!

Tentang –

Kami menghadirkan cerita dan kisah hidup yang inspiratif serta tips terbaik untuk menyadarkan kita agar terus mencintai hidup.

Terus Dapatkan Inspirasi, Subscribe Sekarang!