Untuk bisa mencapai target penerimaan negara yang lebih optimal, akhirnya muncul rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, atau PPN, sebesar 12% untuk sembako, dan juga untuk pendidikan atau sekolah. Sebenarnya tak hanya dua hal ini saja yang akan menjadi barang kena pajak, setelah sebelumnya merupakan bukan objek pajak. Namun, dua kebutuhan tersebutlah yang memicu polemik terbesar.
Rencana ini tertuang dalam perubahan kelima atas UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Disebutkan pada pasal 7 ayat (1) RUU KUP sebagai berikut:
“Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah 12% (12 persen).”
Berdasarkan RUU KUP tersebut bisa kita ketahui bahwa tarif PPN akan naik menjadi 12%, dari tarif awal sesuai dengan UU Nomor 42 tahun 2009, yaitu sebesar 10%. Kemudian pada pasal 4A ayat (2b) yang bertuliskan ‘dihapus’, tak lagi menyebutkan sembako atau kebutuhan pokok termasuk dalam objek yang PPN-nya dikecualikan. Pada akhirnya hal ini membuat banyak pihak merasa diberatkan, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah.