Setelah operasi berhasil, Padmosantjojo bersikeras untuk merawat Ana-Ani di Jakarta. Sebab, dokter yang hobi melukis dan menyanyi itu khawatir Tulardji tidak sanggup memenuhi kebutuhan Ana-Ani. Padahal, pada usia balita, bayi sangat rentan terhadap penyakit.
Dengan pertimbangan tersebut, Ana-Ani tetap dirawat secara intensif oleh Padmosantjojo. Bahkan, Tulardji dan Hartini serta ibu Tulardji ikut tinggal di Jakarta. Padmo menanggung seluruh biaya hidup mereka. Ana-Ani diangkat menjadi anak.
Pada 1994, Padmo membolehkan Ana-Ani dan keluarganya pulang ke Tanjung Pinang. Tapi itu bukan berarti dia berhenti mengurus Ana-Ani. Dokter kelahiran Kediri, 26 Februari 1937 ini tetap membiayai kebutuhan Ana-Ani di Tanjung Pinang. Dia juga memberikan modal usaha untuk Tulardji.
Yuliana-Yuliani selalu mengirim rapor atau nilai Indeks Prestasi mereka ke Padmosantjojo setiap kenaikan kelas maupun pergantian semester ketika mereka masih di bangku sekolah dan kuliah. Sedangkan Padmosantjojo membalasnya dengan membelikan berbagai keperluan Yuliana-Yuliani seperti sepatu, tas, dan lain-lain.
Tidak hanya itu, Yuliana-Yuliani juga melaporkan hal-hal kecil tentang perkembangan mereka. Misalnya, sepatu mereka yang sudah tidak cukup atau celana jins mereka yang kekecilan. Saking akrabnya, mereka pun menyapa Padmosantjojo: Pakde.