Mematahkan 10 Mitos Salah COVID-19 dari dr. Adam Prabata

Banyak mitos salah COVID-19 yang beredar. Daripada khawatir berlebihan, mari simak mitos versus fakta COVID-19 dari dr. Adam Prabata.

Mematahkan 10 Mitos Salah COVID-19 dari dr. Adam Prabata

Sejak pertama kali muncul di Tiongkok akhir tahun lalu, COVID-19 telah menyelimuti dunia sembilan bulan lamanya. Sepanjang itu pula, cara kita menjalani hidup tak lagi sama. Ada banyak penduduk dunia yang beraktivitas di rumah demi mencegah penambahan jumlah orang yang terinfeksi dan meninggal. Secara global, hingga 9 Oktober 2020, tercatat 1.059.616 orang meninggal karena virus corona, atau setara dengan death rate 2,9%. Bagaimana dengan di Indonesia? Grafik yang terus meningkat juga terjadi di negeri kita. Tercatat hingga 9 Oktober 2020, korban meninggal di Indonesia telah menyentuh 11.472 orang, atau death rate 3,6%. Di tengah pandemi virus corona yang belum juga mereda, masih banyak informasi yang berseliweran di tengah masyarakat yang menambah kepanikan. Apakah informasi tersebut termasuk mitos salah COVID-19 atau fakta?

Daripada khawatir berlebihan, mari simak mitos versus fakta seputar COVID-19 yang dibagikan oleh dr. Adam Prabata, dokter umum lulusan Universitas Indonesia yang saat ini sedang menempuh pendidikan Ph.D kardiovaskular di Kobe University, Jepang.

1. Apakah Indonesia akan memasuki gelombang kedua penyebaran COVID-19?

Saat ini ada beberapa negara yang sudah masuk ke gelombang kedua penyebaran virus corona, seperti Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara Eropa seperti Inggris dan Belgia. Tetapi ada pula negara yang masih berada di gelombang pertama dan belum terlihat ujungnya, seperti Indonesia dan India.

Tapi sebelum kita melangkah lebih jauh, apa sebenarnya maksud gelombang di sini? Layaknya gelombang di laut yang memiliki garis menanjak dan garis menurun, seperti itu pula makna gelombang dalam konteks pandemi virus corona. Gelombang pertama dalam pandemi virus corona menggambarkan jumlah pasien terinfeksi yang meningkat hingga puncak, lalu kemudian menurun. Jika setelah menurun jumlah pasien kembali mengalami peningkatan, inilah yang disebut gelombang kedua.

Menurut Adam, tidak ada yang bisa memastikan apakah Indonesia akan masuk ke gelombang kedua atau tidak. Yang jelas, selama Indonesia belum mengejar target tes sesuai anjuran WHO, maka potensi peningkatan pasien masih akan berlangsung. Seperti diketahui, WHO menargetkan negara mendapatkan sampel tes 1 per 1.000 penduduk per minggu. Di Indonesia, itu setara dengan 38.000 sampel per hari. Namun saat ini, pemerintah Indonesia baru bisa memperoleh sampel sekitar 20.000 per hari. Ini yang menyebabkan Indonesia bahkan belum mencapai puncak gelombang pandemi. “Selama Indonesia masih mengejar target sampel, maka jumlah orang yang terinfeksi juga cenderung naik,” ujar Adam.

1. Apakah Indonesia akan memasuki gelombang kedua penyebaran COVID-19?

Menurut Adam, tidak ada yang bisa memastikan apakah Indonesia akan masuk ke gelombang kedua atau tidak. Yang jelas, selama Indonesia belum mengejar target tes sesuai anjuran WHO, maka potensi peningkatan pasien masih akan berlangsung. Seperti diketahui, WHO menargetkan negara mendapatkan sampel tes 1 per 1.000 penduduk per minggu. Di Indonesia, itu setara dengan 38.000 sampel per hari. Namun saat ini, pemerintah Indonesia baru bisa memperoleh sampel sekitar 20.000 per hari. Ini yang menyebabkan Indonesia bahkan belum mencapai puncak gelombang pandemi. “Selama Indonesia masih mengejar target sampel, maka jumlah orang yang terinfeksi juga cenderung naik,” ujar Adam.

2. Apa kemungkinan terburuk dari grafik yang terus naik?

Jika gelombang grafik kita terus naik tanpa dikendalikan, maka hal terburuk yang mungkin terjadi adalah terjadi overburden atau kelebihan beban antara pasien dengan daya tampung rumah sakit dan tenaga kesehatan yang bisa merawat. Sebelum hal itu terjadi, Pemerintah DKI Jakarta kembali memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mulai 14 September 2020. Artinya, perkantoran kembali ditutup dan masyarakat kembali bekerja dari rumah, tempat ibadah dibatasi untuk warga setempat, mal tutup, dan tempat makan hanya melayani take away dan delivery.

“Herd immunity itu tidak ada pencegahan sama sekali. Sementara pemerintah Indonesia masih menerapkan protokol kesehatan. Jadi, bisa dibilang PSBB itu di tengah antara lock down dan herd immunity,” papar Adam.

3. Indonesia menerapkan herd immunity, mitos salah COVID-19 atau fakta?

Saat pemerintah mulai memberlakukan pelonggaran kebijakan pembatasan sosial Juni 2020 lalu, ada yang beranggapan bahwa sebenarnya Indonesia sedang memberlakukan herd immunity, yaitu suatu konsep yang meyakini bahwa kumpulan orang dapat mencegah infeksi jika sebagian besar populasi memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu. Apakah ini termasuk mitos salah COVID-19 atau fakta?

Menurut Adam, pandangan ini tidak benar. “Herd immunity itu tidak ada pencegahan sama sekali. Sementara pemerintah Indonesia masih menerapkan protokol kesehatan. Jadi, bisa dibilang PSBB itu di tengah antara lock down dan herd immunity,” papar Adam.

Menurut Adam, tidak ada yang bisa memastikan apakah Indonesia akan masuk ke gelombang kedua atau tidak. Yang jelas, selama Indonesia belum mengejar target tes sesuai anjuran WHO, maka potensi peningkatan pasien masih akan berlangsung. Seperti diketahui, WHO menargetkan negara mendapatkan sampel tes 1 per 1.000 penduduk per minggu. Di Indonesia, itu setara dengan 38.000 sampel per hari. Namun saat ini, pemerintah Indonesia baru bisa memperoleh sampel sekitar 20.000 per hari. Ini yang menyebabkan Indonesia bahkan belum mencapai puncak gelombang pandemi. “Selama Indonesia masih mengejar target sampel, maka jumlah orang yang terinfeksi juga cenderung naik,” ujar Adam.

4. Bioskop, apakah sudah aman dibuka?

Belum lama ini, Pemerintah DKI Jakarta berwacana untuk membuka kembali bioskop. Satgas COVID-19 menilai, perasaan bahagia yang ditimbulkan dari menonton bisa meningkatkan imunitas. Nah, apakah ini fakta atau mitos salah COVID-19 selanjutnya? Menurut Adam, pembukaan bioskop di Indonesia masih berisiko tinggi. Pasalnya, negara-negara yang saat ini membuka bioskop adalah negara-negara yang sudah mengakhiri gelombang pertama COVID-19, seperti Jerman, Malaysia, dan Jepang.

Tidak demikian halnya dengan Indonesia, di mana jumlah kasus dan korban meninggal masih menanjak. Lagipula, risiko penularan COVID-19 lebih tinggi di ruangan tertutup alias indoor. “Walaupun penonton wajib pakai masker di bioskop, kita tidak tahu apakah orang akan tetap disiplin pakai masker selama di dalam bioskop. Kalau dia sakit, berbahaya. Apalagi sekarang banyak pasien COVID-19 tanpa gejala,” ujar Adam.

Selain itu, fakta menarik lainnya, bioskop di luar negeri yang sudah beroperasi menggunakan AC dengan teknologi high efficiency particulate air (HEPA) filter yang dapat menangkap virus yang masuk. Itu sebabnya, Satgas COVID-19 juga mewajibkan pengusaha bioskop yang berencana beroperasi kembali untuk menggunakan ventilasi yang baik, sistem pengelolaan udara, filtrasi udara yang menggunakan teknologi HEPA atau MERV-13, dan alat pemurnian udara portabel.

Lantas, berapa lama suatu vaksin akan dinyatakan lolos uji sejak memasuki uji klinis tahap tiga? “Proses dari suatu vaksin didaftarkan dan dipantau efeknya ialah enam bulan. Jadi paling cepat vaksin ditemukan itu awal semester kedua tahun 2021,” papar Adam.

5. Amankah beraktivitas di indoor?

Agustus 2020 lalu, Korea Selatan dihebohkan dengan kasus super spreader, di mana seorang pengunjung di kedai kopi menularkan virus corona kepada sedikitnya 50 orang tamu lainnya. Hal ini disebabkan tamu tersebut tidak memakai masker dan duduk di bawah air conditioner (AC).

Ruangan tertutup atau indoor di mana udara di dalamnya tidak bertukar memang memiliki risiko tertinggi untuk penularan COVID-19 ketimbang outdoor. Ada peluang sebesar 70% bagi orang yang sakit di indoor untuk menularkan virus ke orang lain.

Itu sebabnya, Adam menyarankan agar kita sebisa mungkin menghindari beraktivitas di tempat indoor. Kalaupun kita harus pergi ke tempat tertutup, pastikan ruangan tersebut memiliki jendela yang bisa dibuka untuk sirkulasi udara. Begitu pula jika kamu naik kendaraan umum, sebisa mungkin membuka jendela untuk pertukaran udara. Selain itu, jangan lupa lakukan protokol kesehatan seperti memakai masker, jaga jarak, selalu cuci tangan, itu harus diterapkan,” papar Adam.

Selain itu, setelah ditelisik ternyata kedai kopi di Korea Selatan tadi memakai enam unit AC ceiling, di mana keenam AC tersebut saling terkoneksi dan menukar udara di dalam ruangan. Ini yang membuat virus menyebar ke seluruh ruangan. Sehingga, bagi pelaku usaha memiliki toko indoor, sebaiknya menerapkan sistem sirkulasi yang menukar udara dari dalam ke luar dan sebaliknya.

6. Olahraga, sebaiknya pakai masker atau tidak?

Pembahasan mitos salah COVID-19 versus fakta selanjutnya adalah tentang pemakaian masker saat olahraga. Saat ini, banyak orang sedang menggandrungi olahraga luar ruangan, seperti lari dan sepeda. Yang menarik perhatian, banyak orang yang berolahraga di luar ini tidak memakai masker. Alasannya, mereka merujuk pada panduan World Health Organization (WHO) yang tidak menganjurkan pakai masker saat berolahraga. Padahal, yang menyebabkan masker tidak dianjurkan dipakai saat berolahraga adalah jika masker tersebut basah kena keringat. Masker yang basah akan membuat seseorang kesulitan bernafas dan kemampuan masker menyaring udara juga menurun. Sehingga, kemampuan masker mencegah seseorang terkena virus atau mencegah ia menularkan virus ke orang lain, juga berkurang.

Faktanya, jika kita melihat pada penelitian bertajuk “Physiologic and other effects and compliance with long-term respirator use among medical intensive care unit nurses” yang dilakukan oleh Terri Rebmann dan rekan pada Juni 2013, menunjukkan bahwa penggunaan masker N95 pada perawat selamat 12 jam tidak menimbulkan gangguan klinis. “Jadi, yang lebih penting adalah menyiapkan masker cadangan ketika olahraga untuk mengganti masker kalau basah,” kata Adam.

7. Masker seperti apa yang direkomendasikan?

Masker masih menjadi salah satu alat yang paling efektif untuk mencegah penyebaran virus corona dari orang lain ke diri kita, dan dari diri kita ke orang lain. Karenanya, masker masih menjadi protokol wajib selama kamu beraktivitas di luar rumah, termasuk di tempat indoor seperti kantor, restoran, atau kendaraan umum. Bagi masyarakat umum yang beraktivitas di luar rumah, masker yang direkomendasikan oleh WHO adalah masker kain dua lapis. Masyarakat disarankan memakai masker kain agar masker bedah dan masker N95 yang jumlahnya lebih terbatas dapat digunakan oleh tenaga medis.

Nah, belakangan ini muncul pula masker dengan ventilasi seperti selang atau lubang angin. Faktanya, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tidak menyarankan pemakaian masker dengan selang atau lubang angin, karena masker jenis ini tidak mencegah penularan virus corona pada orang lain. “Kalau ada ventilasi, ini membuat fungsi masker agar mencegah kita menginfeksi orang lain akan turun sekali. Padahal, fungsi ini yang diharapkan dari penggunaan masker,” ujar Adam.

8. Mitos salah COVID-19 versus fakta, apakah COVID-19 adalah konspirasi dan buatan manusia?

Meskipun banyak korban berjatuhan akibat virus corona, ada saja pihak yang memandang COVID-19 adalah konspirasi dan buatan manusia. Biasanya, orang-orang yang beranggapan demikian abai terhadap protokol kesehatan, seperti tidak mau menggunakan masker, tidak mau rajin cuci tangan, dan tidak mau jaga jarak. Lagi-lagi, apakah ini merupakan fakta atau mitos salah COVID-19?

Adam sendiri mengakui, ia pernah bertemu dengan orang-orang semacam ini. “Saya sudah tunjukkan laporan tentang virusnya, cara menemukan virusnya seperti apa, bahkan urutan genetik sudah puluhan ribu yang diterbitkan di seluruh dunia. Masa sudah sampai seperti itu, virusnya dibilang tidak ada dan seluruh dunia kompak mengada-ada?” Bahkan, setelah ditunjukkan sejumlah bukti, orang-orang yang meyakini bahwa COVID-19 adalah konspirasi berdalih bahwa itu adalah hak mereka untuk tidak percaya.

Begitu pula dengan anggapan bahwa virus corona adalah buatan laboratorium di Wuhan, Tiongkok. Hal itu sudah dibantah dalam jurnal yang menyebutkan bahwa mutasi yang terjadi di virus corona 2019 (2019-nCoV) berbeda dengan virus yang ada di simulasi komputer sebelum COVID-19 muncul. Adam pun menjelaskan bahwa anggapan itu tidak benar. “Kalau virus yang ada di simulasi, dengan susunan materi genetik seperti itu, virus akan jadi lemah dan tidak mudah menular. Hal ini berbeda dengan virus corona yang ada saat ini,” jelas Adam. Lebih lanjut ia menjelaskan, beberapa protein di 2019-nCoV tidak diketahui pasti fungsinya. Padahal, jika memang itu adalah rekayasa, harusnya seluruh struktur virus sudah diketahui.

Namun menurut Adam, saat ini ada dua obat promising atau menjanjikan untuk menyembuhkan COVID-19, yaitu remdesivir dan dexamethasone. Selain dua obat tersebut, sempat muncul obat yang conflicted, artinya masih menimbulkan perdebatan antara bagus tidaknya dalam menyembuhkan COVID-19, yakni plasma convalescent. Lalu, ada pula obat yang dinyatakan tidak promising atau tidak bagus dalam mengobati COVID-19 yaitu chloroquine atau obat anti malaria dan lopinavir-ritonavir atau obat yang digunakan menangani HIV.

9. Klaim obat dan vaksin akan ditemukan dalam waktu dekat, benarkah?

Agustus 2020 silam, masyarakat dihebohkan dengan klaim seseorang yang mengaku telah menemukan obat COVID-19. Lagi-lagi masyarakat bertanya, apakah ini fakta atau mitos salah COVID-19? Setelah ditelusuri, obat yang dimaksud adalah obat herbal yang belum teruji klinis. Selain itu, ada beberapa lembaga yang mengklaim sudah menemukan obat COVID-19. Seberapa valid beragam klaim seputar obat dan vaksin tersebut?

Faktanya, WHO belum merekomendasikan obat yang dinyatakan bisa mengobati COVID-19. Namun menurut Adam, saat ini ada dua obat promising atau menjanjikan untuk menyembuhkan COVID-19, yaitu remdesivir dan dexamethasone. Selain dua obat tersebut, sempat muncul obat yang conflicted, artinya masih menimbulkan perdebatan antara bagus tidaknya dalam menyembuhkan COVID-19, yakni plasma convalescent. Lalu, ada pula obat yang dinyatakan tidak promising atau tidak bagus dalam mengobati COVID-19 yaitu chloroquine atau obat anti malaria dan lopinavir-ritonavir atau obat yang digunakan menangani HIV.

Sementara untuk vaksin, di seluruh dunia ada sekitar tujuh vaksin yang sudah memasuki uji klinis tahap akhir atau tahap tiga. Yang paling maju adalah vaksin yang dikembangkan oleh Oxford University, Inggris, dan AstraZeneca. Kemudian salah satu vaksin di Indonesia, yakni yang dikembangkan oleh Unpad, Bio Farma, dan Sinovac, juga termasuk dalam satu dari tujuh vaksin yang dalam tahap uji klinis tahap tiga tersebut.

Selain vaksin terdepan di atas, beberapa lembaga di Indonesia juga telah melakukan pengembangan vaksin COVID-19. Misalnya vaksin Merah Putih yang dikembangkan oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, saat ini sudah memasuki tahap pre-klinis. Selain itu, ada pula vaksin yang dikembangkan oleh Kalbe Farma dan Genexine yang saat ini sudah melewati tahap uji klinis tahap satu.

Lantas, berapa lama suatu vaksin akan dinyatakan lolos uji sejak memasuki uji klinis tahap tiga? “Proses dari suatu vaksin didaftarkan dan dipantau efeknya ialah enam bulan. Jadi paling cepat vaksin ditemukan itu awal semester kedua tahun 2021,” papar Adam.

10. Selama obat COVID-19 belum ditemukan, obat apa yang dikonsumsi oleh pasien?

Mungkin kamu penasaran, jika obat dan vaksin COVID-19 belum ditemukan, lantas obat apa yang dikonsumsi pasien COVID-19 selama ini? Menurut Adam, obat-obatan yang diberikan pada pasien COVID-19 selama ini adalah obat-obatan yang masih dalam tahap penelitian. Selain itu, pasien juga diberikan obat-obatan berdasarkan pengetahuan dokter yang merawat sesuai gejala yang muncul. Misalnya, pasien dengan gejala batuk maka akan diberikan obat batuk.

Lalu, kita tahu juga bahwa belakangan ini masyarakat gemar mengonsumsi rempah-rempah dan obat herbal sebagai salah satu cara meningkatkan daya tahan tubuh. Adam berpesan, tidak ada salahnya jika masyarakat mengonsumsi rempah-remah untuk menambah daya tahan tubuh. Namun, jika ada yang mengklaim bahwa ramuan herbal tersebut ampuh menyembuhkan COVID-19, sebaiknya masyarakat jangan cepat percaya. Karena, dalam kacamata dunia kedokteran, suatu ramuan tidak bisa dinyatakan ampuh mengobati penyakit jika belum melewati uji klinis.

Itulah 10 mitos salah COVID-19 yang perlu kamu ketahui. Mengingat pandemi ini belum usai, maka kita bersama-sama melakukan upaya pencegahan COVID-19 dengan 3M, yakni menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. “Jangan lelah karena pencegahan COVID-19 itu dari diri kita sendiri, baru bisa mengajak yang lain. Walau kita tidak tahu kapan selesainya, tapi ditahan dulu, daripada kita masuk grafik selanjutnya,” pesan Adam.

Lalu, kita tahu juga bahwa belakangan ini masyarakat gemar mengonsumsi rempah-rempah dan obat herbal sebagai salah satu cara meningkatkan daya tahan tubuh. Adam berpesan, tidak ada salahnya jika masyarakat mengonsumsi rempah-remah untuk menambah daya tahan tubuh. Namun, jika ada yang mengklaim bahwa ramuan herbal tersebut ampuh menyembuhkan COVID-19, sebaiknya masyarakat jangan cepat percaya. Karena, dalam kacamata dunia kedokteran, suatu ramuan tidak bisa dinyatakan ampuh mengobati penyakit jika belum melewati uji klinis.

Lindungi diri dengan asuransi yang memberikan perlindungan COVID-19

Selain mengenal mitos salah COVID-19 dan disiplin menjalankan protokol kesehatan, lindungi pula diri kamu dan keluarga tercinta dengan asuransi yang memberikan perlindungan terhadap risiko COVID-19.

Salah satu asuransi yang bisa kamu pertimbangkan ialah asuransi kesehatan dan asuransi jiwa dari Astra Life. Dengan komitmen #iGotYourBack, Astra Life memberikan santunan keluarga nasabah yang positif COVID-19 hingga Rp5 juta. Keunggulan lainnya, perlindungan COVID-19 yang terdapat dalam asuransi dari Astra Life tidak ada masa tunggu. Sehingga, jika nasabah terinfeksi atau wafat karena COVID-19, maka nasabah akan langsung mendapatkan santunan dan manfaat dari asuransi Astra Life. Tak hanya itu, kamu juga bisa melindungi diri dan keluarga dengan Flexi Life, asuransi jiwa ultra fleksibel dengan perlindungan hingga Rp5 miliar tanpa cek medis. Mari, sama-sama menghadapi pandemi ini dengan tetap disiplin dan lindungi diri serta keluarga tercinta dengan asuransi terbaik. #iGotYourBack

Artikel Lainnya

Tentang –

Kami menghadirkan cerita dan kisah hidup yang inspiratif serta tips terbaik untuk menyadarkan kita agar terus mencintai hidup.

Terus Dapatkan Inspirasi, Subscribe Sekarang!

Tentang –

Kami menghadirkan cerita dan kisah hidup yang inspiratif serta tips terbaik untuk menyadarkan kita agar terus mencintai hidup.

Terus Dapatkan Inspirasi, Subscribe Sekarang!