Alasan lain yang membuat Femy dan suaminya memilih isolasi mandiri ialah menghindari stres. Dari pengamatan Femy terhadap sejumlah kasus pasien COVID-19, tingkat stres seseorang memengaruhi seberapa cepat seseorang pulih dari penyakit itu atau bahkan sebaliknya, menjadi lebih parah.
Untuk itu, Femy selalu berusaha membangun mood sang suami dan menyemangatinya. “Sempat dia terlihat down dan gelisah, mungkin dia stres memikirkan anak. Jadi ya saya mengajaknya ngobrol sambil bercanda dan bertukar cerita.”
Tak hanya dukungan bagi suaminya, Femy pun berusaha memberikan support bagi kerabatnya yang senasib dengan sang suami. “Di kantornya, setelah diadakan tes swab ditemukan sejumlah orang yang positif. Kami membuat grup Whatsapp untuk saling bertukar informasi dan juga saling mendukung. Itu berpengaruh sekali,” kata Femy.
Sekadar ngobrol menanyakan kabar, ‘Lagi makan apa? Sudah makan belum?’ dan mengirimi mereka makanan, ternyata sangat signifikan terhadap pemulihan si pasien. Femy menemukan dukungan dari orang sekitar, sangat besar andilnya dalam proses penyembuhan pasien COVID-19. Oleh karena itu, dia percaya moral support adalah obat terbaik bagi pasien COVID-19.
“Karena salah satu obat yang paling manjur ya cuma mereka happy. Yang menghancurkan happiness itu adalah stres. Sebenarnya stresnya itu ‘datang’ dari diri kita sendiri, atau dengan kata lain, kita sebagai masyarakat ya.”