Penyintas Covid-19 Ingin Vaksin? Inilah yang Perlu Kamu Ketahui

Pernah dengar hoax yang bilang kalau orang yang sudah pernah terinfeksi Covid-19 tidak perlu divaksin, karena sudah memiliki antibodi alami? Padahal, faktanya penyintas Covid-19 tetap perlu divaksin, lho.

Durasi baca: 3 menit

Penyintas-Covid-19-Ingin-Vaksin-Inilah-yang-Perlu-Kamu-Ketahui

Pernah dapat kabar burung yang bilang kalau orang yang sudah pernah terinfeksi Covid-19 tidak perlu divaksin, karena sudah memiliki antibodi alami? Atau bahkan mendengar tentang kabar burung yang mengatakan orang yang telah terinfeksi Covid-19 tak akan bisa kena untuk yang kedua kalinya?

Sejak vaksin Covid-19 berhasil diciptakan dan pemerintah mencanangkan program vaksinasi Covid-19 untuk seluruh masyarakat, entah sudah berapa banyak hoax yang beredar. Celakanya, belakangan hal-hal tersebut akhirnya menjadi mitos yang tertanam di kepala banyak orang. Padahal, faktanya orang yang sudah pernah terinfeksi Covid-19 tetap perlu divaksin, sebab penyintas Covid-19 bisa terinfeksi kembali di kemudian hari.

Mengapa Vaksin Tidak Berbahaya untuk Penyintas?

Dalam rilis terbarunya mengenai vaksinasi Covid-19, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bawa vaksinasi adalah cara sederhana, aman, dan efektif untuk melindungi seseorang dari penyakit berbahaya, sebelum seseorang terpapar virus atau bakteri yang menjadi sumber penyakit tersebut. Vaksinasi menggunakan pertahanan alami tubuh seseorang untuk membangun ketahanan terhadap infeksi tertentu dan membuat sistem kekebalan seseorang lebih kuat.

Vaksin melatih sistem kekebalan seseorang untuk membuat antibodi, sama seperti saat terpapar penyakit. Namun, karena vaksin hanya mengandung bentuk kuman yang mati atau dilemahkan seperti virus atau bakteri, vaksin tidak menyebabkan penyakit atau membuat seseorang berisiko mengalami komplikasinya. 

Vaksin bekerja dengan cara membangun ingatan. Sistem kekebalan tubuh kita memang dirancang untuk mengingat. Setelah terpapar satu atau lebih dosis vaksin, kita biasanya tetap terlindungi dari penyakit tersebut selama bertahun-tahun, puluhan tahun, atau bahkan seumur hidup. Inilah yang membuat vaksin efektif. Secara ideal, vaksin tidak mengobati penyakit, vaksin mencegah kita dari penyakit. 

Penelitian terbaru yang dilakukan Center for Diseases Control and Prevention (CDC), menunjukkan bahwa penyintas yang tidak divaksinasi memiliki kemungkinan lebih dari dua kali lebih besar untuk mengalami reinfeksi Covid-19 daripada mereka yang telah divaksinasi secara lengkap. Hasil penelitian tersebut sekaligus membantah mitos bahwa kekebalan alami lebih baik daripada kekebalan vaksin, sebab vaksin menawarkan perlindungan yang lebih baik daripada kekebalan alami dan bahwa vaksin membantu mencegah infeksi ulang. CDC sangat menyarankan agar penyintas segera divaksin. Direktur CDC pun mengatakan bahwa vaksin adalah cara terbaik untuk melindungi diri sendiri dan orang lain di sekitar kita, terutama karena varian Delta yang lebih menular menyebar ke seluruh negeri.

Tentu tidak menutup kemungkinan adanya potensi reinfeksi bagi para penyintas Covid-19 meskipun vaksin telah disuntikkan. Tetapi, setidaknya vaksin mengurangi risiko penyintas dari reinfeksi.

Lalu, Siapa yang Tidak Boleh Divaksin?

WHO memang menyebutkan siapa-siapa saja yang tidak boleh divaksin. Tetapi, yang jelas, penyintas Covid-19  tidak termasuk di dalamnya.

Dalam daftar tentang siapa-siapa saja yang tidak boleh divaksin, WHO mengklasifikasikannya berdasarkan kondisi yang dialami oleh calon penerima vaksin. Menurut WHO, ada 3 kelompok orang yang tidak boleh divaksin atau setidak-tidaknya perlu menunggu lebih lama sebelum divaksin, yaitu:

  1. Orang dengan penyakit kronis atau perawatan khusus (seperti kemoterapi) yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh;
  2. Orang yang mengidap alergi parah dan mengancam jiwa terhadap bahan vaksin, yang sangat jarang terjadi; dan
  3. Orang yang mengalami penyakit parah dan demam tinggi pada hari vaksinasi.

Terkait dengan poin ketiga, penyintas Covid-19 tentu perlu memerhatikan beberapa ketentuan sebelum mendapatkan dosis vaksinnya. Pada 30 September 2021 lalu, Kementerian Kesehatan baru saja mengeluarkan surat edaran tentang vaksinasi bagi penyintas. Di situ disebutkan bahwa penyintas boleh divaksinasi setelah 1 bulan dan 3 bulan sejak dinyatakan sembuh, tergantung derajat keparahan penyakit. Penyintas dengan derajat keparahan penyakit ringan sampai sedang, vaksinasi diberikan dengan jarak waktu minimal 1 bulan setelah dinyatakan sembuh.

Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19 dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru, dr. Reisa Broto Asmoro, mengatakan bila penyintas masih mengalami gejala seperti sulit bernafas, mudah lelah, batuk atau diare di minggu keempat setelah dinyatakan sembuh dari COVID-19, maka ada kemungkinan bahwa ini adalah sindrom pasca Covid-19, dan penyintas yang mengalami sindrom ini harus bersabar minimal tiga bulan setelah dinyatakan sembuh untuk divaksin.

Efek Samping Tidak Berarti Berbahaya

Menurut WHO, seperti obat-obatan pada umumnya, vaksin tentu bisa saja menyebabkan efek samping ringan, seperti demam ringan, atau nyeri, pun kemerahan di tempat suntikan. Reaksi-reaksi ringan ini akan hilang dalam beberapa hari dengan sendirinya. Umumnya, efek samping yang parah atau berlangsung lama sangat jarang terjadi. 

Studi CDC juga mengungkapkan bahwa efek samping dari vaksin justru adalah hal yang normal dan adalah pertanda baik atas efektifitas kerja vaksin tersebut. Munculnya efek samping adalah tanda tubuh kita sedang membangun sistem pertahanan terhadap sebuah penyakit. 

Secara umum, efek samping vaksin dapat terbagi menjadi dua, yaitu:

  1. Efek samping di sekitar area penyuntikan, seperti rasa nyeri, kemerah-merahan, dan pembengkakan, serta
  2. Efek samping di sekujur tubuh, meliputi kelelahan, sakit kepala, nyeri otot, panas dingin, demam, dan mual.

Mungkin kamu banyak mendengar adanya lansia yang pingsan setelah menerima vaksinasi Covid-19. Menurut Juru Bicara Vaksinasi Kemenkes RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, hal tersebut kemungkinan besar disebabkan kecemasan, bukan karena prosedur atau kandungan vaksin. Umumnya, kejadian pasca imunisasi (KIPI) yang paling banyak muncul setelah vaksinasi covid-19 adalah mengantuk dan lapar. Beberapa mengalami kemerahan dan gatal-gatal di area bekas penyuntikan. Sedangkan gejala yang dirasakan seluruh tubuh bisa berupa mual, muntah, atau demam. Namun, kasus tersebut sedikit terjadi.

Meminimalisir KIPI Setelah Menerima Vaksinasi Covid-19

Ada beberapa hal yang bisa kamu lakukan untuk menghindari atau mengurangi efek samping tersebut, misalnya berkonsultasi dengan dokter tentang kemungkinan mengonsumsi obat yang dijual bebas, seperti ibuprofen, asetaminofen, aspirin, atau antihistamin, untuk meredakan rasa sakit dan ketidaknyamanan akibat efek samping. Obat-obatan tersebut dapat digunakan untuk meredakan efek samping pasca-vaksinasi dengan catatan kamu tidak memiliki alasan medis lain yang mencegah mereka mengonsumsi obat-obatan ini secara normal. Tapi ingat, obat-obatan tersebut hanya dikonsumsi jika efek sampingnya muncul saja, ya. Jangan pernah konsumsi obat-obatan yang disebutkan di atas sebelum menerima vaksinasi Covid-19 dengan tujuan untuk mencegah munculnya KIPI.

Selain dibantu obat-obatan, kamu juga bisa meminimalisir kemungkinan munculnya KIPI vaksinasi Covid-19 dengan makan makanan yang sehat dan bergizi, serta mengonsumsi multivitamin yang dapat membantu meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh. Ingat, walau sudah menjadi penyintas Covid-19 dan menerima vaksinasi lengkap sekali pun, kamu harus tetap patuh menjalankan protokol kesehatan 5M sesuai dengan standar Kemenkes.

Pandemi ini adalah masalah kesehatan serius yang tentunya tak pernah kita prediksi sebelumnya. Untungnya, kemajuan teknologi dan pengetahuan di bidang kesehatan memungkinkan para pakar di bidangnya berhasil menciptakan vaksin dalam waktu yang bisa dibilang singkat. Memastikan seluruh keluarga dan orang-orang terdekat kita, termasuk penyintas, untuk segera divaksin adalah salah satu langkah rasional yang bisa kita ambil.

Terlepas dari pandemi Covid-19, tentunya kamu perlu memproteksi dirimu dari kemungkinan  masalah kesehatan lainnya. Astra Life hadir dengan Flexi Health yang merupakan solusi perlindungan jiwa yang termasuk dengan perlindungan rawat inap hingga Rp. 1.000.000,- per hari. Proses pendaftarannya pun praktis, karena kamu tidak memerlukan cek medis dan bisa diajukan secara online.

Cek informasi lengkap produk Flexi Health di laman ilovelife.co.id dan terus ikuti update seputar kesehatan, finansial, dan kehidupan di Instagram @astralifeid. Urusan Sehat, Jadi Mudah. #IGotYourBack

Artikel Lainnya

Tentang –

Kami menghadirkan cerita dan kisah hidup yang inspiratif serta tips terbaik untuk menyadarkan kita agar terus mencintai hidup.

Terus Dapatkan Inspirasi, Subscribe Sekarang!

Tentang –

Kami menghadirkan cerita dan kisah hidup yang inspiratif serta tips terbaik untuk menyadarkan kita agar terus mencintai hidup.

Terus Dapatkan Inspirasi, Subscribe Sekarang!