Mengenal 6 Jenis Gangguan Mental yang Ada di Sekitar Kita

Hari Kesehatan Mental Sedunia diperingati setiap tanggal 10 Oktober untuk meningkatkan kesadaran akan masalah kesehatan mental dan gangguan mental di seluruh dunia. Berikut ini adalah jenis-jenis gangguan mental di sekitar kita.

Jenis Gangguan Mental yang Ada di Sekitar Kita

Tepat pada Senin, 10 Oktober 2022, seluruh orang di dunia memperingati World Mental Health Day atau Hari Kesehatan Mental Sedunia. Tujuan dari Hari Kesehatan Mental Sedunia adalah untuk meningkatkan kesadaran akan masalah kesehatan mental dan gangguan mental di seluruh dunia, serta untuk memobilisasi upaya dalam mendukung kesehatan mental.

Mengapa masalah kesehatan mental menjadi hal yang sangat diperhatikan? Pasalnya, menurut penelitian terkait kesehatan mental tahun 2018 oleh Our World in Data, ada sekitar 970 juta orang hidup dengan gangguan kesehatan mental.

Di Indonesia sendiri, data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk Indonesia yang berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional. 12 juta penduduk Indonesia berusia lebih dari 15 tahun lainnya mengalami depresi.

Bahkan, melansir laman Kementerian Kesehatan (Kemkes) Direktur Kesehatan Jiwa, Kementerian Kesehatan drg. Vensya Sitohang mengatakan pandemi Covid-19 berkontribusi memperparah atau semakin memengaruhi kondisi kesehatan mental atau jiwa. Bahkan, sebagian orang mengalami masalah gangguan mental neurologis dan juga penggunaan zat.

Angka prevalensinya meningkat 1 sampai 2 kali lipat dibandingkan kondisi sebelum pandemi Covid-19. Kelompok yang terpapar dengan gangguan jiwa pun berbeda-beda. Melihat angkanya yang terbilang tinggi, inilah yang menyebabkan semua negara di seluruh dunia sangat memperhatikan kondisi kesehatan mental masyarakatnya.

Di artikel kali ini, kami akan membahas jenis-jenis gangguan mental yang ada di sekitar kita dan patut menjadi perhatian. Melansir laman WHO, berikut adalah 6 jenis gangguan mental.

6 Jenis Gangguan Mental di Sekitar Kita

1. Anxiety disorders atau gangguan kecemasan

Menurut data dari WHO, pada 2019 ada sekitar 301 juta orang di dunia yang hidup dengan gangguan kecemasan. Bahkan, 58 juta di antaranya adalah anak-anak dan remaja. Sedangkan data untuk di Indonesia sendiri, sepanjang 2020 ada sekitar 18 ribu orang yang mengalami gangguan kecemasan, sebagaimana dilansir dari data Kemenkes.

Gangguan kecemasan (anxiety disorder) ditandai dengan adanya perasaan takut dan khawatir yang berlebihan, yang menyebabkan seseorang mengalami perubahan perilaku hingga mengganggu kehidupan sosial dan produktivitasnya sehari-hari. Gejala gangguan kecemasan bisa menjadi cukup parah bila tidak diatasi dengan baik.

Ada beberapa jenis gangguan kecemasan, seperti:

– Gangguan kecemasan umum (ditandai dengan kekhawatiran berlebihan)

– Gangguan panik (ditandai dengan serangan panik)

– Gangguan kecemasan sosial (ditandai dengan rasa takut dan khawatir berlebihan ketika sedang berada dalam situasi sosial)

– Gangguan kecemasan perpisahan (ditandai dengan ketakutan atau kecemasan yang berlebihan tentang perpisahan dari orang-orang yang memiliki ikatan emosional yang dalam dengan orang tersebut), dan lain-lain.

2. Depresi

Melansir Mayo Clinic, depresi adalah gangguan suasana hati yang menyebabkan seseorang merasa sedih dan kehilangan minat untuk menjalani hidup secara terus-menerus. Ketika seseorang mengalami episode depresi, perasaan ini akan memengaruhi bagaimana mereka berpikir dan berperilaku, serta bisa memicu masalah emosional dan fisik.

Selain itu, episode depresi juga bisa membuat seseorang mengalami suasani hati yang buruk seperti tertekan, merasa sedih, mudah tersinggung, dan kosong (seperti kehilangan kesenangan dan minat dalam beraktivitas). Beberapa gejala depresi lain seperti sulit berkonsentrasi, merasa punya harga diri yang rendah, putus asa, hingga memiliki suicidal thoughts yang jika dibiarkan, bisa berdampak fatal bagi penderitanya seperti bunuh diri.

Pasalnya, data WHO 2019 menyatakan bahwa sekitar 800 orang di dunia meninggal akibat bunuh diri per tahun. Angka itu lebih tinggi pada orang-orang yang memiliki usia muda (remaja ke dewasa). Tak hanya itu, WHO juga menyebutkan sekitar 280 juta orang di dunia masih hidup dengan depresi, 23 di antaranya adalah anak-anak dan remaja. Karena itu, penyakit mental ini masih menjadi perhatian dunia karena menyumbang angka kematian yang cukup tinggi.

3. Gangguan bipolar

Sebelumnya, gangguan bipolar disebut sebagai gangguan manik depresi. Jenis penyakit mental ini menyebabkan adanya perubahan ekstrim yang berkaitan dengan suasana hati, energi, tingkat aktivitas, konsentrasi, dan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

WHO melaporkan, pada 2019 diperkirakan ada sekitar 40 juta orang di dunia yang mengalami gangguan bipolar. Sedangkan, di Indonesia sendiri, angkanya masih berada di rentang 0,3%-1,5% dari jumlah keseluruhan pasien yang mengalami gangguan psikologi. Salah satu public figure tanah air yang diketahui memiliki riwayat bipolar adalah Marshanda.

Melansir National Institute of Mental Health (NIMH), ada tiga tipe gangguan bipolar, yaitu bipolar I, bipolar II, dan gangguan siklotimik (siklotimia).

– Bipolar I: Episode manik berlangsung setidaknya tujuh hari atau memiliki gejala manik yang sangat parah sehingga orang tersebut membutuhkan perawatan medis segera. Biasanya episode manik di sini juga bisa berlangsung selama dua minggu.

– Bipolar II: Pola episode depresif dan episode hipomanik, tetapi episodenya tidak separah episode manik pada gangguan bipolar I.

– Siklotimia: Gejala hipomanik dan depresi berulang yang tidak cukup intens atau tidak berlangsung cukup lama untuk memenuhi syarat sebagai episode hipomanik atau depresi.

4. Post-traumatic stress disorder (PTSD) atau gangguan stres pasca trauma

Post-traumatic stress disorder atau gangguan stres pasca trauma (PTSD) adalah kondisi kesehatan mental yang dipicu ketika seseorang mengalami peristiwa yang menakutkan hingga memberikan trauma, baik ketika ia mengalaminya atau menjadi saksi dari peristiwa tersebut. Gejala PTSD mungkin termasuk kilas balik, mimpi buruk, rasa cemas, dan pikiran yang selalu kembali teringat ke peristiwa tersebut.

Kebanyakan orang yang mengalami peristiwa traumatis mungkin akan kesulitan sementara untuk menyesuaikan dan mengatasi ketakutannya tersebut. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan perawatan diri yang baik, mereka biasanya akan perlahan menjadi lebih baik.

Jika gejalanya memburuk, seperti berlangsung selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun dan mengganggu kehidupan sehari-hari, sebaiknya segera diperiksakan ke tenaga medis profesional untuk diberikan perawatan terbaik.

5. Skizofrenia

Data WHO menyebutkan skizofrenia memengaruhi sekitar 24 juta orang atau satu dari 300 orang di seluruh dunia. Melansir Mayo Clinic, skizofrenia merupakan gangguan mental serius, di mana penderitanya menafsirkan realitas secara tidak normal. Hal ini dapat mengakibatkan beberapa kombinasi halusinasi, delusi, gangguan pikiran dan perilaku yang sangat tidak teratur hingga mengganggu aktivitas sehari-hari.

Seseorang yang mengalami skizofrenia memiliki harapan hidup 10-20 tahun lebih rendah dari orang normal lainnya. Pasalnya, penyakit mental ini membutuhkan perawatan seumur hidup dan penderitanya mungkin akan mengalami kesulitan menjalankan fungsi kognitif mereka secara terus menerus.

Meskipun begitu, WHO menyebutkan ada berbagai pilihan pengobatan yang efektif untuk penderita skizofrenia, seperti psikoedukasi, intervensi keluarga, dan rehabilitasi psikososial.

6. Eating disorders atau gangguan makan

Melansir American Psychiatric Association, gangguan makan adalah kondisi yang ditandai dengan adanya gangguan yang terus menerus terjadi terkait dengan perilaku makan dan emosi seseorang. Sakit mental jenis ini bisa menjadi kondisi yang sangat serius dalam mempengaruhi kesehatan fisik, psikologis, dan sosial.

Pada 2019, ada 14 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan makan. Sedangkan, 3 juta di antaranya adalah anak-anak dan remaja, menurut WHO. Gangguan makan memiliki beberapa tipe, tetapi tipe seperti anoreksia nervosa dan bulimia nervosa lebih sering terjadi pada perempuan. Meski demikian, semua tipe dari gangguan makan sebenarnya dapat terjadi pada siapa saja terlepas dari umur dan gender mereka.

Beberapa tipe gangguan makan, yaitu:

– Anoreksia nervosa: Memaksakan diri untuk makan lebih sedikit dari yang tubuh butuhkan untuk menjaga tubuh agar tetap kurus.

– Bulimia nervosa: Kebalikan dari anoreksia, di mana seseorang makan dengan porsi banyak dalam frekuensi waktu yang sering. Karena adanya ketakutan berat badan naik, penderita bulimia biasanya akan memuntahkan kembali makanan yang sudah ditelan.

– Binge eating disorder atau gangguan makan berlebihan: Sama seperti bulimia, seseorang cenderung makan dengan porsi banyak dan sering. Namun, penderita binge eating disorder tidak memuntahkan kembali makanan yang sudah ditelan.

Cara Sederhana Menjaga Kesehatan Mental

Lalu, apakah ada yang bisa dilakukan untuk menjaga kesehatan mental kita? Ya, tentu saja! Melansir Halodoc, kamu bisa menjaga kesehatan mental dengan:

– Olahraga secara teratur.

– Sayangi diri sendiri.

– Tetap berpikir positif.

– Terbuka dengan orang lain.

– Banyak istirahat.

– Menerapkan pola hidup sehat (makan makanan yang sehat dan tidur tepat waktu).

Menjaga tubuh tetap sehat baik secara fisik maupun mental pastinya adalah impian semua orang. Karena, jika kondisi fisik dan mentalmu sehat, maka hidup akan terasa lebih menyenangkan untuk dijalani.

Meskipun begitu, tak ada yang bisa memastikan seseorang akan selalu berada dalam kondisi sehat, baik itu sehat secara fisik maupun mental.

Maka dari itu, sangat penting untuk kita mulai menjaga kesehatan diri sendiri dan keluarga dengan memberikan proteksi dini seperti asuransi jiwa. Mengapa asuransi jiwa penting? Pasalnya, asuransi seperti asuransi jiwa bisa bermanfaat untuk memberikan proteksi kepada kamu dan keluarga dalam bentuk jaminan finansial untuk masa depan. Maka dari itu, asuransi menjadi bentuk rasa cinta nyata untuk keluarga. Ya, Insurance Is Love.

Produk asuransi dari Astra Life bisa jadi pilihan kamu dan keluarga, salah satunya Flexi Life dari Astra Life yang memiliki memiliki keunggulan di mana kamu bisa menentukan perlindungan jiwa hingga Rp5 miliar, dan tidak perlu medical check-up. Kamu tidak perlu repot untuk mendaftar ulang karena asuransi ini auto renew atau selalu diperpanjang secara otomatis setiap tahun.

Selain itu, kamu bebas mengubah besarnya Uang Pertanggungan, Masa Pertanggungan, Frekuensi Pembayaran Premi, dan mengajukan perubahan lain sesuai kebutuhan seiring dengan perubahan tahapan kehidupanmu secara online dengan mengunjungi ilovelife.co.id, lho! Klaim asuransi lebih mudah dan praktis karena bisa dilakukan 100% secara online.

Artikel Lainnya

Tentang –

Kami menghadirkan cerita dan kisah hidup yang inspiratif serta tips terbaik untuk menyadarkan kita agar terus mencintai hidup.

Terus Dapatkan Inspirasi, Subscribe Sekarang!

Tentang –

Kami menghadirkan cerita dan kisah hidup yang inspiratif serta tips terbaik untuk menyadarkan kita agar terus mencintai hidup.

Terus Dapatkan Inspirasi, Subscribe Sekarang!